Jumat, November 30, 2007

Islam di Papua, Sejarah yang Terlupakan

Assalamu'alaikum wr wb

http://swaramuslim.com/galery/comments.php?id=5581_0_18_0_C

Islam masuk lebih awal sebelum agama lainnya di Papua. Namun, banyak upaya pengaburan, seolah-olah, Papua adalah pulau Kristen. Bagaimana sejarahnya?

Upaya-upaya pengkaburan dan penghapusan sejarah dakwah Islam berlangsung dengan cara sistematis di seantero negeri ini. Setelah Sumetera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, dan Maluku diklaim sebagai kawasan Kristen, dengan berbagai potensi menariknya, Papua merupakan jualan terlaris saat ini. Papua diklaim milik Kristen!

Ironis, karena hal itu mengaburkan fakta dan data sebenarnya di mana Islam telah hadir berperan nyata jauh sebelum kedatangan mereka (agama Kristen Missionaris). :foto

Berikut catatan Ali Atwa, wartawan Majalah Suara Hidayatullah dan juga penulis buku "Islam Atau Kristen Agama Orang Irian (Papua)" tentang Islam di Bumi Cenderawasih bagian pertama:

Menurut HJ. de Graaf, seorang ahli sejarah asal Belanda, Islam hadir di Asia Tenggara melalui tiga cara: Pertama, melalui dakwah oleh para pedagang Muslim dalam alur perdagangan yang damai; kedua, melalui dakwah para dai dan orang-orang suci yang datang dari India atau Arab yang sengaja ingin mengislamkan orang-orang kafir; dan ketiga, melalui kekuasan atau peperangan dengan negara-negara penyembah berhala.

Dari catatan-catatan yang ada menunjukkan bahwa kedatangan Islam di tanah Papua, sesungguhnya sudah sanggat lama. Islam datang ke sana melalui jalur-jalur perdagangan sebagaimana di kawasan lain di nusantara.

Sayangnya hingga saat ini belum ditentukan secara persis kapan hal itu terjadi. Sejumlah seminar yang pernah digelar seperti di Aceh pada tahun 1994, termasuk yang dilangsungkan di ibukota provinsi Kabupaten Fakfak dan di Jayapura pada tahun 1997, belum menemukan kesepakatan itu. Namun yang pasti, jauh sebelum para misionaris menginjakkan kakinya di kawasan ini, berdasarkan data otentik yang diketemukan saat ini menunjukkan bahwa muballigh-muballigh Islam telah lebih dahulu berada di sana.

Aktivitas dakwah Islam di Papua merupakan bagian dari rangkaian panjang syiar Islam di Nusantara. Menurut kesimpulan yang ditarik di dalam sebuah seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia, Medan 1963, Islam masuk ke Indonesia sudah sejak abad ke-7 dan ke-8 Masehi. Di mana daerah pertama yang didatangi oleh Islam adalah pesisir Utara Sumatera, dan setelah berkembangnya para pemeluk Islam, maka kerajaan Islam yang pertama di Indonesia ialah Kerajaaan Perlak, tahun 840.

Perkembangan agama Islam bertambah pesar pada masa Kerajaan Samudera Pasai, sehingga menjadi pusat kajian Agama Islam di Asia Tenggara. Saat itu dalam pengembangan pendidikan Islam mendapatkan dukungan dari pimpinan kerajaan, sultan, uleebalang, panglima sagi dan lain-lain. Setelah kerajaan Perlak, berturut-turut muncul Kerajaan Islam Samudera Pasai (1042), Kerajaan Islam Aceh (1025), Kerajaan Islam Benua Tamiah (1184), Kerajaan Islam Darussalam(1511).

Sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa sebelum tahun 1416 Islam sudah masuk di Pulau Jawa. Penyiaran Islam pertama di tanah jawa dilakukan oleh Wali Songo (Wali Sembilan). Yang terkenal sebagai orang yang mula-mula memasukkan Islam ke Jawa ialah Maulana Malik Ibrahim yang meninggal tahun 1419. Ketika Portugis mendaratkan kakinya di pelabuhan Sunda Kelapa tahun 1526, Islam sudah berpengaruh di sini yang dipimpin oleh Falatehan. Putera Falatehan, Hasanuddin, pada tahun 1552 oleh ayahnya diserahi memimpin banten.

Di bawah pemerintahannya agama Islam terus berkembang. Dari Banten menjalar ke Sumatera Selatan, Lampung dan Bengkulu. Juga di pula Madura agama Islam berkembang.

Pada pertengahan abad ke-16 penduduk Minangkabau memeluk Islam begitu juga di Gayo Sumatera Utara. Ketika Sultan Malaka terakhir diusir oleh Portugis, ia menetap di Pulau Bintan, yang kala itu sudah menjadi negeri Islam (1511).

Pada tahun 1514, sebagian penduduk Brunai di Kalimantan sudah memeluk agama Islam. Bahkan pada tahun 1541, raja Brunai sendiri masuk Islam. Di Kalimantan Barat, Sambar, yang menjadi bawahan negeri johor, penduduknya sudah masuk Islam pada pertengahan abad ke-16. Di bagian selatan Kalimantan yang tadinya merupakan wilayah kekuasaan Kejaraan Majapahit, setelah Majapahit ditaklukan oleh Kerajaan Islam Demak. Masuknya Islam di Banjarmasin sekitar tahun 1550, dan pada tahun 1620 di Kotawaringin telah terdapat seorang raja yang memeluk agama Islam.

Pada tahun 1600 Kerajaan Pasir dan Kutai telah menjadi daerah Islam. Seabad kemudian menyusul Kerajaan Berau dan Bulungan. Di Sulawesi raja Goa tahun 1603 masuk Islam. Selanjutnya raja Goa mengislamkan daerah-daerah di sekitarnya seperti Bone [1606], Soppeng [1609], Bima (1626), Sumbawa (1626) juga Luwu, Palopo, mandar, Majene menjadi daerah Islam.

Di wilayah Sulawesi Utara mulai dari Mandar sampai Manado pada pertengahan abad ke -16 menjadi bawahan Kerajaan Ternate yang rajanya adalah seorang Muslim. Atas ajakan raja Ternate, raja Bolaang Mongondow memeluk Islam. Terus ke timur di kepulauan Maluku pada mula abad ke-16 telah memiliki kerajaan Islam yakni Kerajaan Bacan. Muballigh dari kerajaan Ini terus mendakwahkan Islam ke kawasan tetangganya di Papua melalui jalur perdagangan.

Sejak Zaman Kerajaan Majapahit
Seorang Guru Besar Bidang Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang, Dr. Moehammad Habib Mustofo, yang sekaligus Ketua Asosiasi Ahli Epigrafi Indonesia (AAEI) Jawa Timur menjelaskan bahwa dakwah Islam sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit.

Apalagi dengan diketemukanya data artefakt yang waktunya terentang antara 1368-1611M yang membuktikan adanya komunitas Muslim di sikitar Pusat Keraton Majapahit, di Troloyo, yakni sebuah daerah bagian selatan Pusat Keraton Majapahit yang waktu itu terdapat di Trowulan.

Situs Islam di Troloyo sudah dikenal sejak abad XIX, namun para ilmuwan meragukan kepentingan nisan-nisan itu sebagai salah satu sumber primer yang penting berkaitan dengan islamisasi di Jawa.

L.W.C. van den Berg, pada laporannya tertanggal 1 Februari 1887 tentang data epigrafi Arab di Situs Troloyo meragukan keasliannya, karena tulisan Arabnya yang kasar dan banyak salah tulis. Selanjutnya ia berpendapat bahwa inskripsi Arabnya sengaja ditambahkan kemudian pada artefak yang berisi tahun saka itu (Damais, 1957:365).

Pendapat lain dikemukakan oleh Veth, yang memperkirakan bahwa nisan-nisan tersebut berasal dari bagu candi. N.J. Krom menyatakan sittus Troloyo tidak mempunyai nilai arkeologis(Krom, 1923:184).

Sikap para sarjana terhadap temuan di Troloyo tersebut mulai berubah sejak tahun 1942. W.F. Stuterheim yang menjabat sebagai kepala Oudheidkundig Diens, menjelang penduddukan Jepang di Indonesia mengajak L.C. Damais ke Situs Troloyo. Stuterhem mengharapkan temuan Damais, yang seorang antropolog berkebangsaan Perancis itu akan menambah pengetahuan baru dalam arkeologi Islam. Hasil penelitian Damais itu baru dipublikasikan pada tahun 1957.

Dari hasil penelitian Damais didapat pandangan yang menarik karena di sana didapati suatu interaksi antara komunitas Muslim saat itu dengan para penganut Hindu-Budha di bawah pemerintahan Majapahit.

Kesimpulan tersebut didasarkan atas studi huruf Jawa kuno dalam konteks makam Islam di daerah Troloyo tertulis tahun 1368-1611M. Kajian tentang huruf yang terdapat pada nisan Islam di Troloyo tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk angka Jawa kuno dipengaruhi oleh bentuk tulisan Arab yang serba tebal dan besar.

Kajian oleh L.C. Damais dan de Casparis dari sudut paleografi membuktikan bahwa telah terjadi saling pengaruh antara dua kebudayaan yang berbeda (yakni antara Hindu-Budha-Islam) pada awal perkembangan Islam di Jawa Timur. Melalui data-data tersebut, Habib ingin menjelaskan bahwa sesungguhnya dakwah Islam sudah terjadi terjadi jauh sebelum keruntuhan total kerajaan Majapahit yakni tahun 1527M. Dengan kata lain, ketika kerajaan Majapahit berada di puncak kejayaannya, syiar Islam juga terus menggeliat melalui jalur-jalur perdagangan di daerah-daerah yang menjadi kekuasaan Majapahit di delapan mandala (meliputi seluruh nusantara) hingga malaysia, Brunei Darussalam, hingga di seluruh kepulauan Papua.

Masa antara abad XIV-XV memiliki arti penting dalam sejarah kebudayaan Nusantara, di mana pada saat itu ditandai hegemoni Majapahit sebagai Kerajaan Hindu-Budha mulai pudar. Se-zaman dengan itu, muncul jaman baru yang ditandai penyebaran Islam melalui jalar perdagangan Nusantara.

Melalui jalur damai perdagangan itulah, Islam kemudian semakin dikenal di tengah masyarakat Papua. Kala itu penyebaran Islam masih relatif terbatas di kota-kota pelabuhan. Para pedagang dan ulama menjadi guru-guru yang sangat besar pengaruhnya di tempat-tempat baru.

Sebagai kerajaan tangguh masa itu, kekuasaan Kerajaan Majapahit meliputi seluruh wilayah Nusantara, termasuk Papua. Beberapa daerah di kawasan tersebut bahkan disebut-sebut dalam kitab Negarakertagama, sebagai wilayah Yurisdiksinya. Keterangan mengenai hal itu antara disebutkan sebagai berikut:

"Muwah tang i Gurun sanusanusa mangaram ri Lombok Mirah lawan tikang i Saksakadi nikalun kahaiyan kabeh nuwati tanah i bantayan pramuka Bantayan len luwuk teken Udamakatrayadhi nikang sanusapupul".

"Ikang sakasanusasanusa Makasar Butun Banggawai Kuni Ggaliyao mwang i [ng] Salaya Sumba Solot Muar muwah tigang i Wandan Ambwan Athawa maloko Ewanin ri Sran ini Timur ning angeka nusatutur".

Dari keterangan yang diperoleh dalam kitab klasik itu, menurut sejumlah ahli bahasa yang dimaksud "Ewanin" adalah nama lain untuk daerah "Onin" dan "Sran" adalah nama lain untuk "Kowiai". Semua tempat itu berada di Kaimana, Fak-Fak. Dari data tersebut menjelaskan bahwa pada zaman Kerajaan Majapahit sejumlah daerah di Papua sudah termasuk wilayah kekuasaan Majapahit.

Menurut Thomas W. Arnold : "The Preaching of Islam", setelah kerajaan Majapahit runtuh, dikalahkan oleh kerajaan Islam Demak, pemegang kekuasan berikutnya adalah Demak Islam. Dapat dikatakan sejak zaman baru itu, pengaruh kerajaan Islam Demak juga menyebar ke Papua, baik langsung maupun tidak.

Dari sumber-sumber Barat diperoleh catatan bahwa pada abad ke XVI sejumlah daerah di Papua bagian barat, yakni wilayah-wilayah Waigeo, Missool, Waigama, dan Salawati, tunduk kepada kekuasaan Sultan Bacan di Maluku.

Catatan serupa tertuang dalam sebuah buku yang dikeluarkan oleh Periplus Edition, di buku "Irian Jaya", hal 20 sebuah wadah sosial milik misionaris menyebutkan tentang daerah yang terpengaruh Islam. Dalam kitab Negarakertagama, di abad ke 14 di sana ditulis tentang kekuasaan kerajaan Majapahit di Jawa Timur, di mana di sana disebutkan dua wilayah di Irian yakni Onin dan Seran

Bahkan lebih lanjut dijelaskan: Namun demikian armada-armada perdagangan yang berdatangan dari Maluku dan barangkali dari pulau Jawa di sebelah barat kawasan ini, telah memiliki pengaruh jauh sebelumnya.

....Pengaruh ras austronesia dapat dilihat dari kepemimpinan raja di antara keempat suku, yang boleh jadi diadaptasi dari Kesultanan Ternate, Tidore dan Jailolo. Dengan politik kontrol yang ketat di bidang perdagangan pengaruh kekuasaan Kesultanan Ternate di temukan di raja Ampat di Sorong dan di seputar Fakfak dan diwilayah Kaimana

Sumber cerita rakyat mengisahkan bahwa daerah Biak Numfor telah menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Sultan Tidore.

Sejak abad ke-XV. Sejumlah tokoh lokal, bahkan diangkat oleh Sultan Tidore menjadi pemimpin-pemimpin di Biak. Mereka diberi berbagai macam gelar, yang merupakan jabatan suatu daerah. Sejumlah nama jabatan itu sekarang ini dapat ditemui dalam bentuk marga/fam penduduk Biak Numfor.

Kedatangan Orang Islam Pertama
Berdasarkan keterangan di atas jelaslah bahwa, masuknya Islam ke Papua, tidak bisa dilepaskan dengan jalur dan hubungan daerah ini dengan daerah lain di Indonesia. Selain faktor pengaruh kekuasaan Kerajaan Majapahit, masuknya Islam ke kawasan ini adalah lewat Maluku, di mana pada masa itu terdapat kerajaan Islam berpengaruh di kawasan Indonesia Timur, yakni kerajaan Bacan.

Bahkan keberadaan Islam Bacan di Maluku sejak tahun 1520 M dan telah menguasai beberapa daerah di Papua pada abad XVI telah tercatat dalam sejarah. Sejumlah daerah seperti Waigeo, Misool, Waigama dan Salawati pada abad XVI telah mendapat pengaruh dari ajaran Islam. Melalui pengaruh Sultan Bacan inilah maka sejumlah pemuka masyarakat di pulau-pulau tadi memeluk agama Islam, khususnya yang di wilayah pesisir. Sementara yang dipedalaman masih tetap menganut faham animisme.

Thomas Arnold yang seorang orientalis berkebangsaan Inggris memberi catatan kaki dalam kaitannya dengan wilayah Islam tersebut: "…beberapa suku Papua di pulau Gebi antara Waigyu dan Halmahera telah diislamkan oleh kaum pendatang dari Maluku"

Tentang masuk dan berkembangnya syi'ar Islam di daerah Papua, lebih lanjut Arnold menjelaskan: "Di Irian sendiri, hanya sedikit penduduk yang memeluk Islam. Agama ini pertama kali dibawa masuk ke pesisir barat [mungkin semenanjung Onin] oleh para pedagang Muslim yang berusaha sambil berdakwah di kalangan penduduk, dan itu terjadi sejak tahun 1606. Tetapi nampaknya kemajuannya berjalan sangat lambat selama berabad-abad kemudian..."

Bila ditinjau dari laporan Arnold tersebut, maka berarti masuknya Islam ke daerah Papua terjadi pada awal abad ke XVII, atau dua abad lebih awal dari masuknya agama Kristen Protestan yang masuk pertama kali di daerah Manokwari pada tahun 1855, yaitu ketika dua orang missionaris Jerman bernama C.W. Ottow dan G.J. Geissler mendarat dan kemudian menjadi pelopor kegiatan missionaris di sana. (Ali Atwa, penulis buku "Islam Atau Kristen Agama Orang Irian (Papua)." (Hidayatullah)

This is Manokwari


Full Window : http://swaramuslim.com/galery/papua/index.php

"Bajak Laut" (Skull n Bones) di Panggung Politik Amerika

Assalamu'alaikum wr wb
http://swaramuslim.com/galery/comments.php?id=5591_0_18_0_C


Sedikit orang tau, bahwa para penguasa Paman Sam, adalah orang-orang aktif dalam perkumpulan rahasia. Diantaranya dari klan dengan lambang "bajak laut" / "Skull and Bones" :video :foto

Suatu kali pada masa kompanye pemilu presiden AS 2004, pada 9 Februari, di program NBC yang bertajuk "Meet the Press", George W. Bush dan John F. Kerry mendadak ditanya moderatornya, Tim Russert, tentang keanggotaan mereka di Skull and Bones. "It's so secret we can't talk about it," jawab presiden Bush singkat. Sementara senator dari Massachusets ini, John Kerry, menjawab, "I wish there were something secret I could manifest…" (DFP, 11/4/2004 ).

Bush dan John Kerry hanya dua dari sekian banyak para Bones, sebutan akrab buat anggota pria perkumpulan rahasia ini selain Knights of Eulogia dan Boodle Boys, yang telah merambah panggung politik dan segmen strategis masyarakat Amerika lainnya.

Ayah Bush, mantan presiden George Herbert W. Bush, juga anggota paling dihormati di perkumpulan rahasia ini. Mantan presiden William Howard Taft (presiden AS Ke-27, 1909-1913) juga termasuk anggota kelompok "bajak laut" ini.

Anthoni C. Sutton (mantan profesor ekonomi di Universitas Negeri California dan dipecat sebagai reseach fellow dari Lembaga Hoover, Universitas Stanford) dalam bukunya, America's Secret Establisment – yang diyakini sebagai buku pertama yang membongkar agenda klan hitam ini, menyebutkan bahwa segmen strategis masyarakat Amerika yang telah ditembus ordo "pirate" ini adalah Gedung Putih (Badan Eksekutif), DPR/Kongres, Partai Demokrat dan Republik, Mahkamah Agung, yayasan-yayasan sosial dan amal, pusat-pusat pemikiran, badan-badan perumus kebijakan, lembaga-lembaga dan sistem pendidikan, media massa, penerbitan, perbankan (Federal Reserve System), pusat-pusat bisnis (industri dan perdagangan), dan bahkan berbagai gereja (Sutton, 2002: p. 25).

Itulah sepak terjang klan 'The Order of Skull and Bones' alias klan "bajak laut" yang kini menguasai Amerika .

Sedikit orang tahu, ternyata AS memang sebuah negara yang sejak dulunya dan telah lama dipimpin orang-orang yang dibina dalam sebuah perkumpulan yang lambangnya dikenal umum sebagai bendera "bajak laut" atau "tanda bahaya". Itulah, The Order of Skull and Bones, sebuah klan hitam "amat" rahasia milik presiden George Bush yang berbasis di Yale University, New Haven, Connecticut.

Perkumpulan Skull and Bones – yang juga dikenal dengan nama-nama The Order of Death (Ordo Kematian), The Order, The Eulogian Club, dan Lodge 322 – dibentuk oleh jenderal William Huntington Russell bersama Alphonso Taft pada 1832 sekembalinya dari Jerman dan diyakini sebagai "Senior Fraternities" dari beberapa perkumpulan rahasia lain di Universitas Yale, seperti Phi Beta Kappa yang didirikan pada 1780, Scroll and Key (1841), Wolf's Head (1883), Book and Snake (1903), dll.

Bagi sebagian orang yang sudah biasa memperjuangkan dan meneriakkan nilai-nilai modern atau demokrasi (rasionalitas, keterbukaan, kebebasan, dsb.) yang sepenuhnya didukung dan disubsidi negara adidaya ini mungkin tidak percaya bahwa negara yang diklaim sebagai religius (Kristen Protestan), pemuja rasionalitas, dan konon memiliki konstitusi yang paling modern dan demokratis di dunia ini justru dibelakangi sendiri para penguasa dan elit-elit lainnya.

Tentu karena berangkat dari prinsip rasionalitas dan demokrasi itu pulalah tulisan ini berupaya untuk membongkar perkumpulan "mafia" orang nomor satu di AS ini.

"Si Bones" dan Konflik Dunia
Pada periode pertama pemerintahan Bush, dilaporkan ada 11 Bones yang menduduki Gedung Putih. Mereka adalah; Evan Griffith Galbraith, William H. Donaldson, George Herbert Walker III, Jack Edwin McGregor, Victor Ashe, Roy Leslie Austin, Robert McCallum, Jr., Rex Cowdry, Edward E. McNally, David Batshaw Wiseman, dan James Emanuel Boasberg.

Sementara, para anggota Kongres sekarang yang berasal dari dark klan ini adalah Thomas W. L. Ashley, Jonathan Brewster Bingham, David, Frank B. Brandegee, James Buckley, Prescott Bush, John Chaffee, LeBaron Bradford Colt, John Sherman Cooper, Chauncey Depew, William Maxwell Evarts, Orris S. Ferry, John Forbes Kerry, John Heinz, Thurston Ballard Morton dan Robert A. Taft I.

Ada ribuan kaum Bones lain, baik yang teridentifikasi ataupun yang tidak, yang telah menduduki dan mengontrol AS yang selama ini dipuja-puja kaum intelektual kita. Hakim tertinggi AS periode 1985-1981, Potter Stewart, juga seorang Bones; pendiri FedEx, Frederick W. Smith; pendiri majalah Time Henry Luce; para penulis seperti Archibald MacLeish, John Hersey, William F. Buckley Jr. dan anaknya, Christopher Buckley.

Skull and Bones yang memiliki asal-usulnya ke sebuah ordo yang pernah menghebohkan Eropa tiga abad yang lalu tentu hanya salah satu bab dari secret societies yang telah lama diketahui menguasai negeri Indian ini.


Keanggotaan Skull and Bones, seperti yang dilaporkan sebuah majalah alumni Universitas Yale, Old Yale (September-October 2004), dipilih sekali setahun hanya 15 orang dengan salah satu kriteria pentingnya adalah pernah melakukan kejahatan.

Nah, bagaimana pula dengan beberapa perkumpulan lain baik yang terdapat di Yale maupun di berbagai universitas Amerika lainnya? Bila salah satu nama (Ordo Kematian) dan lambang klan ini saja menyeramkan bisa dibayangkan – tanpa perlu melakukan investigasi mendalam ke dalam ruang pertemuannya tersebut – bagaimana ritus dan seremoninya atau apa saja aksi, misi, operasi dan agendanya, tentu jauh lebih mengerikan.


Gedung pertemuan di Yale - Tidak berjendela seperti "Kuburan/Tomb"

Satu hal yang mengagetkan adalah bahwa calon anggota (initiate) Skull and Bones, sebagaimana yang dibocorkan salah seorang anggotanya yang hengkang kepada seorang peneliti wanita, Alexandra Robbins, yang didokumentasikan ke dalam bukunya Secrets of the Tomb (2003), setidaknya harus menggali kuburan dan mengambil tengkorak dan beberapa kerangka salah satu keluarganya dan disajikan sebagai kado buat persaudaraan klan ini (Wikipedia, 2005). Karena itulah, nama gedung pertemuannya ini saja, yang tidak berjendela, disebut sebagai "Tomb" (Kuburan, Pusara).

Hebatnya, kaum Bones juga menyebut diri mereka sebagai "Knights" (Kasatria) dan menyebut orang lain sebagai "Barbarians" (Kaum Biadab). Tentu, masih segar di ingatan kita kata-kata yang muncul dari mulut Bush sejak ia mendeklarasikan "War against Terrorism." Bahkan, kata "crusade" yang pernah dilontarkannya memperkuat teori bahwa ordo ini bagian langsung dari perkumpulan rahasia Jerman, Illuminati Bavaria, yang menjadi struktur penting dalam Freemasonry, sebuah perkumpulan rahasia terbesar dunia yang bermetamorfosa dari Knights Templars (pasukan elit pada masa Perang Salib).

Dalam pada itu, relevansi perkumpulan "bajak laut" presiden Bush ini dalam konteks politik global yang terus memanas sekarang ini adalah memahamai perannya dalam konflik yang diciptakan. Kebijakannya berangkat dari filsafat dialektik-Hegelian yang menyatakan bahwa konflik akan menciptakan sejarah. Karena itu, menurut Prof. Sutton, perkumpulan "bajak laut" ini gemar menciptakan perang dan revolusi. (Sutton, 2002: p. 117). Misalnya, Perang Opium di China, Perang Dunia Kedua, Peristiwa G30/SPKI, Vietnam Utara-Selatan, Iraq-Iran, Perang Teluk 1991 (Iraq-Kuwait), dan konflik sektarian antara Sunni-Syiah di Iraq saat ini.

Aksioma dialektika, kata profesor yang berkali-kali diterror karena karyanya ini, menegaskan bahwa "konflik yang dikontrol" (controlled conflict) dapat menciptakan sejarah yang telah dirancang, diskenariokan.

Dalam terminologi Hegel, kekuatan yang ada (tesis) akan menyebabkan kontra kekuatan (anti-tesis). Hasilnya, konflik antara kedua kekuatan diperlukan untuk menciptakan sebuah sintesis. Jelas sekali, teori politik adu domba, atau pola kolonial divide and conquer, ini juga menjadi skenario Zionis yang mengakibatkan perang sipil mengerikan di Libanon pada 1980-an.

Odet Yinon, wartawan Israel yang memiliki hubungan sangat dekat dengan Departemen Luar Negeri negara Yahudi ini, dalam tulisannya "A Strategy for Israel in the Nineteen Eighties" (Kivunim/Directions, No. 14, February 1982), menjelaskan bahwa ada dua premis pokok yang bisa diciptakan dengan pola Hegelian yang akan menjadi agenda negara Israel untuk menaklukkan kawasan Timur Tengah.

Pertama, Israel akan menjadi kekuatan imperial regional; dan kedua, posisinya harus mampu mempengaruhi pembagian seluruh kawasan tersebut ke dalam negara-negara kecil dengan membubarkan semua negara-negara Arab yang ada.

Yang dimaksud 'kecil" di sini terikat pada komposisi ethnik dan sektarian dari setiap negara. Oleh karena itu, harapan Zionis adalah bahwa negara-negara berdasarkan sektarian ini akan menjadi satelit-satelit Israel dan, ironisnya, (juga) akan menjadi sumber legitimasi moralnya. Jadi, teori konspirasi (bertitik tolak dari hukum kausalitas) yang tidak dipercayai beberapa intelektual Muslim kita yang amat potensial sudah seharusnya merevisi pola pikir dan posisinya.

Orang seperti Franklin Delano Roosevelt / FDR (presiden AS ke-32, 1933-1935), seorang Mason yang paling berpengaruh, pernah mengungkapkan, "In politics, nothing happens by accident. If it happens, you can bet it was planned that way." Sosok Republik Amerika (dan barangkali negara-negara Eropa lainnya) yang modern, demokratis dan terbuka sebenarnya hanya ada di tampilan luarnya, perangkat tekhnologi canggih yang diciptakannya, buku, media, dan seterusnya.

Sementara, prilaku, keyakinan, dan way of life-nya sesungguhnya masih tetap seperti masyarakat manusia di zaman purbakala. Akhirnya, eksistensi perkumpulan "bajak laut" AS yang sudah tua ini dan lusinan klan-klan hitam rahasia lainnya yang telah membangun struktur peradaban Barat, sekali lagi menjustifikasi pidato dan ceramah para pemimpin Muslim militan di lingkungan komunitasnya yang sering mengatakan bahwa Barat adalah sebuah "peradaban Setan" (demonic civilization).

Oleh karena itu, di tengah maraknya diskusi saat ini mengenai masa depan hubungan Barat-Islam --yang juga pernah dipicu oleh kasus publikasi kartun nabi Muhammad s.a.w. beberapa waktu yang lalu-- ada baiknya kita juga harus mengerti, memahami, lebih banyak tentang fakta-fakta di balik layar yang tidak banyak diekspos ke publik.

Karenanya, ketajaman kita melihat sesuatu kelak akan bisa mengetahui, siapa kawan, siapa lawan, siapa teman, dan siapa pula sesungguhnya sang perompak dunia yang gemar menaklukkan wilayah-wilayah jajahan.
Wallahu a'lam bishshawab.

[Rafdi N. El-Hasan, penulis adalah peneliti di Laboratorium Politik Islam (LPI), Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta/hidayatullah.com ]

LINK

http://en.wikipedia.org/wiki/Skull_and_Bones

http://www.youtube.com/results?search_query=skull+and+bones

http://www.government-propaganda.com/skull-n-bones.html

http://bushlibrary.tamu.edu/photos/yalephotos.php

http://www.todayscatholicworld.com/who-pulled-911.htm

http://www.revisionisthistory.org/page1/page10/page10.html


Halaman khusus sedang kami siapkan silahkan cek di

http://swaramuslim.com/galery/laknatullah/index.php?page=Skull_Bones

MISI GELAP WALT DISNEY

Assalamu'alaikum wr wb

http://swaramuslim.com/galery/comments.php?id=5766_0_18_0_C

Tahukah Anda bahwa di balik kekonyolan dan tingkah lucu karakter kartun Walt Disney tersimpan agenda jahat yang akan menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan? Hal ini ditekankan oleh Wes Penre:link, tokoh penting di belakang kebangkitan musik rock dan heavy-metal AS di era 1980-an.

Wes Penre merupakan mantan anggota kelompok pemuja setan, yang kemudian bertobat dan menjadi peneliti dunia hiburan AS. Orang di belakang kesuksesan banyak kelompok music cadas Amerika ini dalam situs Illuminaty News (4 Juli 2004) menulis sebuah artikel singkat berjudul "The Walt Disney Agenda":link. Penre membuka artikel itu dengan kalimat, "Saya menonton film kemarin, judulnya "The Haunted Mansion":link, dibintangi oleh Eddie Murphy. Film ini diproduksi oleh Disney. Ini bukan sekadar film setan dengan akting yang payah, ada sesuatu di baliknya. :photo :video

Pertanyaan pertama tentang film ini, setelah saya menontonnya, adalah:
Untuk siapa sebenarnya film ini? Orang-orang dewasa, atau anak-anak? Jika untuk orang dewasa, film ini sangatlah naïf, terlalu enteng, dan tidak lucu. Namun jika untuk anak-anak, ini adalah film yang amat sangat menakutkan. Lalu, untuk siapa sebenarnya Disney membuat film ini?"

Penre mengatakan, untuk menjawab semua pertanyaan itu maka kita perlu mengetahui siapa sesungguhnya Walt Disney, apa misi utama perusahaan Disney, untuk apa didirikan, dan akan digunakan sebagai apa?

"Walt Disneymerupakan anggota Freemasonry derajat 33°, suatu derajat tertinggi yang hanya bisa dicapai oleh tokoh-tokoh Yahudi, dan juga anggota Illuminaty. Di balik seluruh karakter kartun yang diciptakannya yang tersebar di aneka film, buku cerita, dongeng, dan sebagainya, ada agenda tersembunyi illuminaty untuk mempengaruhi dan men-setting pemikiran anak-anak, " tulis Penre.

Seluruh produksi Disney mengandung simbol-simbol Masonik, okultisme, dan juga indoktrinasi maupun pengendalian alam pikiran. "Lewat Disney, mereka telah meracuni pemikiran manusia sedari anak-anak agar bisa menerima 'The New World Order' suatu saat kelak. Mereka juga memperkenalkan sejak dini kepada anak-anak seluruh dunia apa yang disebut sebagai black-magic, The Sorcery, sebagai jalan keluar yang bagus, " tandas Penre yang juga banyak menulis masalah-masalah Illuminaty di dunia hiburan Amerika.

Tanpa Anda sadari, anak-anak Anda telah "menghilang" ke dalam Disneyland dan diculik oleh perusahaan Disney dan dikorbankan serta diperbudak menjadi agen-agen The New World Order di masa depannya. Hebatnya lagi, Disney mampu melakukan ini semua di kamar-kamar tidur dan kamar-kamar keluarga seluruh keluarga di dunia ini. "Sekarang kita kembali kepada film 'The Haunted Mansion'. Kami paham, betapa tidak mungkinnya para orangtua melarang anak-anak menonton film ini, yang seolah-olah diperuntukkan bagi anak-anak, namun banyak memuat unsur-unsur kekerasan, seksualitas, dan sejenisnya, " tambahnya.

Penre juga bercerita bahwa seorang sahabatnya pernah menemui hal ganjil di Disneyland-California. "Di suatu tempat di tengah areal Disneyland, orang ini masuk dan bersembunyi ke dalam semak-semak untuk sekadar merokok. Tanpa diduga, dari semak-semak itu terlihat sebuah lorong ke dalam tanah. Dia masuk ke dalam dengan hati-hati. Dari dalam tanah dia mendengar suara tangisan anak-anak…, " ujar Penre. (Rizki/eramuslim)

Tahukah anda?
INTERNATIONAL BOYCOTT OF THE WALT DISNEY COMPANY
AND ALL OF ITS AMUSEMENT PARKS, PRODUCTS, SERVICES, AND MEDIA OUTLETS

oleh The Mexica Movemnet (Mexican and "Central American")

Cek disini : http://www.mexica-movement.org/boycottdisney.htm


Tahukah anda?
cartoon dan movie waltdisney selalu memprogandakan "rasialisme, pornography, satanisme, Cult, Homoseksual, Gay, Lesbianisme dll

Tokoh tokoh cartoon "yang terkesan lucu" yang menjadikan menjadi "hiburan anak anak", tahukah anda?? dibalik itu semua waltdesney selalu menyelipkan hal hal yang berbau "Sex, Porno, rasialisme, satanisme dll


left to right : word "sex" in Lion King - Notice the woman at the window - Litltle mermaid - hidden 666

Untuk melihatnya Cek disini :
- http://disneylies.com/legends/waltdisney.html
- NARNIA and Satanism (laporan situs kristen)

Haunted Mansion - Propaganda Satanisme

Open your eyes - watch around you
All goes to Illuminati Symbolism

Senin, November 26, 2007

Fwd: [Republika Online] HAM Jadi Perisai Penyesatan Islam



05 Nopember 2007
HAM Jadi Perisai Penyesatan Islam
zam/osa/ant

JAKARTA -- Ketika ajaran Islam dilecehkan dan dibuat sesat, bermunculan kelompok yang melakukan penguatan dengan menjadikan hak asasi manusia (HAM) serta kebebasan berekspresi sebagai perisai. Padahal, mengaitkan penghormatan terhadap HAM dengan gerakan aliran sesat tidak tepat secara logis maupun hukum.

Demikian pandangan dari berbagai kalangan menanggapi kasus aliran sesat Al Qiyadah Al Islamiyah yang mencatut nama Islam namun membuat ajaran yang bertentangan dengan prinsip Islam. Ada juga aliran Alquran Suci yang melakukan praktik penculikan dan menghalalkan perbuatan amoral seperti kaum liberal.

Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR, Lukman Hakim Saefudin, mengatakan, larangan terhadap suatu paham yang menyimpang dan dinilai sesat tidak bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Jangan pula atas nama HAM, lalu seenaknya menyebarluaskan paham yang bertentangan dengan ajaran prinsipil agama Islam. ''Paham HAM yang dianut bangsa Indonesia bukanlah HAM liberal,'' kata Lukman dalam siaran persnya di Jakarta, Sabtu (3/11).

Fraksi PPP menyatakan mendukung sepenuhnya tindakan hukum kepolisian dan kejaksaan terhadap pelaku aliran sesat yang mencemarkan Islam. Sebab, menurut Lukman, setiap agama memiliki ajaran-ajaran prinsipil yang bersifat mutlak dan tidak bisa disimpangkan oleh siapapun yang mengaku seagama.

''Paham Al Qiyadah Al Islamiyah tentang adanya rasul setelah Muhammad SAW, menyimpang dari ajaran prinsipil agama Islam. Itu artinya, paham mereka telah menodai dan menistakan ajaran prinsipil agama Islam. Seharusnya mereka tak menggunakan nama 'Islam' agar keyakinan/kepercayaannya itu terlindungi,'' kata Lukman.

sikap ngawur
Ketua Tim Pengacara Muslim (TPM), Mahendradatta, menilai sikap pemerintah terhadap aliran sesat yang ada saat ini sudah sangat benar. TPM sangat tidak setuju dengan sejumlah pihak yang menyatakan bahwa tindakan pemerintah itu merupakan pelanggaran HAM.

''Mereka yang mengatakan itu melangar HAM, benar-benar ngawur. Jangan kemudian mengatasnamakan HAM dan membenturkan masalah HAM dengan umat Islam. Sikap pemerintah yang melarang aliran sesat, sama sekali tidak ada kaitannya dengan HAM,'' papar Mahendradatta. Justru aliran sesat sepwerti Al Qiyadah, dianggapnya melanggar kebebasan umat Islam menjalankan agamanya. Sekaligus melanggar HAM umat Islam yang dilindungi oleh International Covenant on Civil and Political Right (ICCPR) jo UU No 12/2005,Article 18 (1) dan(3).

''Khusus dalam ayat (3), jelas bahwa kebebasan beragama dapat diatur menurut hukum demi kepentingan keamanan, kesehatan, ketertiban, dan moral publik,'' kata Mahendradatta.

Kebebasan umat Islam menjalankan agama selanjutnya dilindungi pasal 1 UU No 1/PNPS/1965, yang melarang adanya penafsiran menyimpang dan penyebaran ajaran yang menyerupai agama Islam.


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=312555&kat_id=3

Fwd: [Republika Online] Menyatukan Potensi Global Keuangan Islam



23 Nopember 2007
Menyatukan Potensi Global Keuangan Islam
aru

Raksasa ekonomi Jepang melirik sistem keuangan Islam? Ini menjadi pertanyaan menarik, ketika Takahiro Sekido, resident economist dan wakil dari Japan Center for International Finance (JCIF), memaparkan pemain-pemain baru dalam industri keuangan Islam dari negeri Matahari Terbit ini. Sekido berbicara dalam 4th Kuala Lumpur Islamic Financial Forum, yang berakhir Rabu (21/11) lalu.

Bagaimana sistem keuangan Islam bisa diterima? Bukankah Muslim Jepang sangat kecil dibanding, misalnya, di Inggris? Keiko Sakurai dari Nihon no Muslim Shakai (Komunitas Muslim di Jepang) menghitung populasi Muslim di Jepang pada 2000 kurang dari 70 ribu orang. Sementara populasi Muslim di Inggris mendekati dua juta jiwa dari total 60 juta penduduk, berdasar sensus 2006. Publik bisa memahami bila Pemerintah Inggris mencanangkan London sebagai gerbang keuangan Islam Eropa. Dukungan demand domestik dan investor global begitu besar dan ingin menempatkan portfolionya dikelola sesuai syariah.

Tetapi Jepang? Bukankah tidak ada penolakan dari mainstream terhadap sistem keuangan konvensional? Kenapa mereka ikut merasa perlu terlibat?

Ketertarikan industri keuangan Jepang untuk terlibat dalam keuangan Islam memang fenomenal. Munculnya Tokio Marine, AEON Credit, Mitsubishi Tokyo UFJ (MUFJ), Mizuho, meramaikan jagad keuangan Islam tak pelak menarik perhatian Pemerintah. Kementerian Keuangan Jepang tahun 2006 lalu membentuk Study Group for Islamic Finance. Langkah ini ditindaklanjuti dengan mengorganisasikan Islamic Finance Conference di Tokyo bekerja sama dengan Islamic Financial Services Board (IFSB), 2007.

Disusul kemudian Japan Bank for International Cooperation (JBIC) melakukan MoU dengan Bank Negara Malaysia. Kerjasama ini diperkirakan baru langkah awal yang bakal ditindaklanjuti dengan kegiatan-kegiatan yang bakal mendorong semakin banyak pemain baru dalam industri keuangan Islam di Jepang.

Global branding
Fenomena Jepang menyiratkan harapan sekaligus kesedihan. Harapan karena keterlibatan Jepang sebagai salah satu pusat keuangan dunia membersitkan asa baru perkembangan ekonomi syariah. Kesedihan karena perkembangan yang sama masih belum terlihat, justru di belahan dunia Islam sendiri. Ketika bicara sistem keuangan Islam, maka data statistik yang meluncur misalnya, geliat perbankan di wilayah Teluk (Arab Saudi, UAE, Kuwait, Qatar, Bahrain), Sudan (Afrika), Malaysia, Indonesia, dan Pakistan.

Lalu dimana peran serta dari 57 negara OKI lainnya? Bagaimana dengan negara-negara OKI dari Afrika lainnya? Bagaimana dengan anggota-anggota OKI pecahan dari Rusia?

Kegelisahan inilah yang coba ditawarkan A. Riawan Amin, mewakili ASBISINDO dalam forum itu. Riawan menawarkan akselerasi produk dan jaringan yang mudah didaptasi dan- kalau perlu, dikloning, untuk siapa saja dari negara-negara OKI yang berharap segera memiliki dan mengembangkan keuangan syariah melalui bank. Riawan melihat perlunya negara-negara Islam memiliki semacam merek yang mendunia ( global branding) dalam bentuk produk perbankan.

Produk yang sudah dikaji kesesuaiannya dengan aturan syariah dan pada saat yang sama kompetitif dan bisa bersaing di antara belantara produk konvensional. Mudah dipakai dan gampang diterapkan dan disebarkan. Di atas semua itu, produk ini bisa diduplikasi oleh bank-bank syariah atau institusi konvensional yang ingin membentuk unit syariah atau mereka yang ingin menjual produk syariah.

Kenapa perlu? Karena ditengarai pakar keuangan syariah maupun praktisi di bidang ini masih sangat terbatas. Belum lagi biaya riset dan pengembangan sebuah produk yang tidak murah. Dengan begitu, negara Islam yang belum memiliki jaringan keuangan Islam dengan mudah tetap bisa berbisnis dan berniaga sesuai dengan ketentuan syariah dengan difasilitasi produk syariah dengan global branding.

Koneksi global
Bila global branding ini bisa diadaptasi, langkah selanjutnya adalah memfasilitasi jaringan atau koneksi dunia (Global Connection). Dalam skala yang lebih kecil, Riawan mencontohkan proyek SHADR (Sharia Deposit Arrangement) interconnectivity yang saat ini sudah mendapat dukungan, di mana 11 bank lokal di Indonesia turut serta. SHADR memungkinkan koneksi jaringan antar bank, di mana pemilik rekening syariah di sebuah bank bisa mentrasfer dananya melalui bank lain yang ikut dalam jaringan ini, secara instan dan real time online.

Memang model ini bukan tanpa resistensi. Bukan barang baru, jangankan antara negara, antar institusi syariah saja seringkali lebih mengedepankan ego sektoral dan mengabaikan misi menyatukan kekuatan bersama. Padahal, bila model ini bisa diterapkan dalam dunia Islam, diperkirakan akan terjadi lompatan ekonomi yang luar biasa. Dunia Islam dengan 57 negara anggota OKI menyediakan 40 persen bahan baku dan 70 persen energi dunia. Sayangnya, mereka hanya menyumbang kurang dari lima persen GDP dunia.

Namun, dengan pendekatan baru ini, kegiatan ekonomi diharapkan bisa tumbuh lebih cepat, lebih menyebar, dan lebih adil ke seluruh negara-negara Islam. Tidak itu saja, proyek ini bisa menjadi awal dari gagasan menyatukan mata uang bersama karena antarnegara Islam sudah terkonek satu sama lain. Bukan tidak mungkin juga, ini akan menjadi awal untuk kembali menghidupkan mata uang emas sebagai simbul keadilan ekonomi dan menghindarkan eksploitasi dari kapitalisme ekonomi dunia.


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=314779&kat_id=256

Senin, November 19, 2007

Fwd: REVITALISASI REPUBLIK : Perspektif Pangan dan Kebudayaan

--- In ekonomi-islami@yahoogroups.com, RACHMAD BACAKORAN

Revitalisasi Indonesia bisa dimulai dari mana saja. Apapun kebijakan
yang menjadikan anak panah, asal fokus, konsisten dan terus menerus
sehingga mampu menarik bidang-bidang lain untuk menjadi produktif,
maka persoalan yang dihadapi bangsa ini akan dapat diatasi.
Kebijakan mengenai pangan, misalnya, kalau dilakukan secara totalitas
maka akan mendorong ketahanan pangan nasional. Situasi ini akan
membuat perasaan tenteram rakyat, tiap individu merasa bermartabat
karena tidak kelaparan, dan bangsa menjadi berdaulat karena tidak
bergantung pada bangsa lain dalam mencukupi kebutuhan pangan nasional.
Ibarat sebuah sungai, jika ketahan pangan tersebut bergabung dengan
sungai-sungai lain utamanya nilai-nilai kebangsaan dan kebudayaan,
maka akan terciptalah lautan. Kita AKAN menjadi bangsa yang besar.

Franciscus Welirang lahir di Padang 9 November 1951. Pendidikan
tinggi di tempuh di HND Chemical Engineering (Inggris) dan Plastic
Institute South Bank Politechnic (Inggris). Saat ini menjadi Wakil
Presiden Direktur PT.Indofood Sukses Makmur,Tbk dan Komisaris Utama
PT. Bursa Efek Surabaya. Aktif di beberapa organisasi seperti menjadi
Sekretaris Jenderal Federasi Pengemasan Indonesia, Dewan Penasehat
Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia, Ketua Umum Asosiasi
Produsen Tepung Terigu Indonesia, Wakil koordinator komisi I Badan
Perlindungan Konsumen Nasional, dan Anggota tim Pengarah Panitia
Orientasi Kebangsaan Departemen Dalam Negeri RI. Selain itu, juga
intens bersentuhan dengan budayawan, ulama, pengamat dan kelompok-
kelompok strategis lain.
Dunia dan orang lain tidak akan bisa diminta supaya berhenti
menyiasati kita kecuali merubah diri kita sendiri sehingga tidak bisa
diperdaya olehnya.
kalau jalan ketakutan akan adanya jebakan pangan dari negara adidaya
pertanian ternyata kurang ampuh, mengapa tidak menyiasati dengan
menjadi belut melalui mengembangkan budidaya makan tepung?
Buku Franciscus Welirang ini terdiri atas lima bagian, bagian I
tentang Industri Pangan, bagian II tentang Ketahanan Pangan, bagian
III tentang Tanggung Jawab Sosial dan Pemberdayaan Ekonomi, bagian IV
tentang kebudayaan, bagian V tentang Kebangsaan serta Renungan
Penutup.

Siapapun anak bangsa yang mau sedikit merenung, dia akan gemetar jika
memikirkan masa depan Indonesia. Utamanya apabila faktor China dan
India diperhitungkan. karena kedua negara itu, secara sadar dan
terencana, masing-masing berniat menguasai pasar hardware dan
software dunia. Target waktu yang mereka tetapkan adalah tahun 2025.
Saat itu menurut pengamat politik Sukardi Rinakit, China menguasai
hardware dunia, India menguasai software dunia, sedangkan Indonesia
Noware. Kita harus segera bergerak menguasai Iptek agar tidak
ketinggalan dari negara-negara tetangga. Melihat geliat kedua negara
tersebut, dan pusaran ekonomi global yang semakin cepat dan tidak ada
pilihan lain bagi indonesia kecuali mencari terobosan alternatif.
Tanpa langkah itu, rasanya sulit bagi republik untuk bisa bertahan
dari gempuran global. Pendeknya, kelangsungan hidup bangsa sangat
tergantung dari kemampuan kita dalam memahami persoalan mendasar yang
kita hadapi. Selain itu juga sangat tergantung pada keberanian kita
dalam mengambil keputusan politik bersama. Tanpa langkah itu, sumber
daya ekonomi dan politik yang ada tidak akan bergerak maju. Ia akan
seperti tertahan karena menentang arah angin.

Untuk Kelangsungan Hidup Bangsa
Menurut Sri Sultan Hamengku buwono X, Pangan bukanlah
sekedar "pemelihara" kebudayaan dan peradapan tetapi juga
kelangsungan hidup bangsa. Tanpa pangan bisa dipastikan sejarah kita
sebagai bangsa, bahkan sejarah umat manusia akan berakhir. Oleh sebab
itu, masalah ketahan pangan, meskipun tampak mikro jika dilihat dalam
konfigurasi permasalahan bangsa, harus mendapatkan perhatian utama.
Tanpa itu, bukan saja keresahan sosial sulit untuk dihindari tetapi
kualitas SDM Indonesia pun secara otomatis akan rendah. Secara
sekilas, itulah barangkali yang menjadi intisari pemikiran penulis
ini.
Harus diakui bahwa selain beras, konsumsi pangan kita juga masih
rendah, utamanya konsumsi protein hewani. Konsumsi susu per kapita
per tahun, Indonesia kalah jauh dibandingkan dengan India, misalnya.
Per kapita rakyat Indonesia hanya minum susu 6,5 liter per tahun,
sedangkan India mencapai 40 liter. Lebih ironis lagi jika di
bandingkan Bangladesh dan Myanmar pun, kita juga kalah jauh.
Bangladesh mencapai 31 liter dan Myanmar 12,9 liter. Ini belum
konsumsi daging, telur, kedelai dan lain-lain. Pendek kata, secara
umum, konsumsi pangan kita relatif rendah.
Sementara itu, ketergantungan kita pada produk pangan dunia,
khususnya "serealia" masih relatif tinggi. Padahal China dan India
merupakan konsumen terbesar kebutuhan pangan dunia, termasuk
serealia. Situasi demikian secara implisit memberi gambaran, bahwa
sesungguhnya kedaulatan pangan kita sangat rentan. Ini disebabkan
oleh ketidakmandirian negara dalam memenuhi kebutuhan pangan rakyat.
Dengan kata lain, kedaulatan kita dapat terancam sewaktu-waktu,
karena ketergantungan pangan pada negara lain cukup besar.
Muaranya adalah bahwa kebijakan pangan kita harus diubah dengan
paradigma baru yang menjamin ketersediaan dan ketahanan pangan. Jika
menggunakan sumber kearifan jawa, kebijakan itu hendaknya berakar
pada filosofi Hamemayu hayuning Bawono, sebuah konsep pembangunan
berkelanjutan yang lahir jauh sebelum Deklarasi Rio tahun 1992, guna
menjamin ketahanan pangan yang sustainanble. Tanpa kesadaran seperti
itu, kita tidak akan bisa meningkatkan kualitas hidup rakyat, karena
kelangsungan hidup bangsa selalu terancam kapan pun.


Wassalam

Fwd: FW: KEGONCANGAN SEKTOR KEUANGAN, SAMPAI KAPAN?

--- In ekonomi-islami@yahoogroups.com, "Muhammad Ishak"

Bursa saham AS kembali kembali bergolak. Imbasnya
pasar modal di kawasan Eropa dan Asia Pasifik juga
juga berguncang. Indeks Straits Times Singapura, Hang
Seng Hong Kong dan Nikkei Tokyo misalnya, mengalami
koreksi yang cukup signifikan. Indeks harga saham
gabungan (IHSG) di bursa Efek Jakarta juga melorot di
bawah level 2.200 meski beberapa hari kemudian
mengalami perbaikan. Sejumlah analisis memperkirakan
sekitar US$ 2,66 triliun dana investasi keluar dari
pasar saham Asia (Tempointeraktif, 7 Agustus).

Kegoncangan ini sebagaimana yang dirilis oleh the
Economist bermula dari krisis kredit yang menimpa
sejumlah perusahaan sub prime mortgage di AS,
perusahaan pemberi kredit perumahan yang khususnya
ditujukan bagi mereka yang memiliki pendapatan yang
rendah. Perusahaan ini selanjutnya menerbitkan surat
berharga dengan jaminan perumahan tersebut yang dijual
di pasar modal. Para spekulan kemudian membeli
surat-surat berharga tersebut dengan harapan di masa
yang akan datang harga rumah yang menjadi jaminan
surat berharga tersebut. Karena peminatnya semakin
banyak baik individu maupun perusahaan maka nilainya
terus menggelembung melampaui nilai riil properti yang
dijadikan jaminan.

Lama kelamaan harga rumah tidak lagi didasarkan pada
tingginya permintaan terhadap rumah namun pada
tingginya permintaan terhadap surat utang tersebut.
Tragisnya gelembung penjualan surat mortgage yang
mulai marak di era 90-an ini kembali meledak.
Pemicunya pernyataan sejumlah pemilik perusahaan
mortgage yang menyatakan bahwa sejumlah peminjam yang
berbasis jaminan perumahan tak lagi mampu membayar
utang mereka (default).

Dampaknya para investor baik yang memegang surat
mortgage tersebut panik dan berlomba menjual
surat-surat berharga tersebut (panic selling). Karena
semakin banyak yang menjual surat berharga itu maka
nilainya pun terus anjlok. Akibatnya banyak investor
baik yang berbentuk perorangan maupun lembaga yang
mengalami kerugian bahkan tidak sedikit yang bangkrut.
Sebelumnya pada bulan Maret 2007 sekitar puluhan
perusahaan sub prime AS mengalamai kebangkrutan
termasuk yang paling besar New Century Financial.
Utang publik yang ditinggalkan sekitar 8,5 triliun
dollar atau tujuh kali jumlah uang beredar (M1) yang
berjumlah 1,3 triliun dollar AS (Khilafah.com, 22/8).

Berikutnya, bank-bank yang telah mengucurkan dananya
untuk pembiayaan sektor perumahan tersebut mengalami
kesulitan modal. Bank Sentral AS, Federal Reserve
terpaksa melakukan intervensi dengan menurunkan
tingkat suku bunga pinjaman perbankan (discount rate)
dari 6,25 menjadi 5,75 persen. Diperkirakan lebih dari
800 miliar dollar AS telah dikucurkan oleh bank-bank
sentral di seluruh dunia untuk meredakan krisis ini.
(Khilafah.com, 22/8). Bank Sentral Eropa saja pada
tanggal 9 Augstus saja mengucurkan 131 miliar dollar
AS ke pasar modal. (Economist, 9/8)

Di dalam negeri, gejolak sektor keuangan ini membuat
sejumlah investor khususnya asing melakukan aksi
profit taking dengan mengalihkan investasi mereka ke
dalam dolar. Akibatnya, nilai tukar rupiah juga
terpuruk mendekati Rp. 9.500 per dollar. Bank
Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter pun
berupaya meredam gejolak ini dengan terus menggelontor
cadangan devisanya agar rupiah tidak terdepresiasi
terlalu jauh. (Kompas, 18/8/07).

Namun demikian pihak pemerintah menanggapi masalah ini
dengan dingin. Menurut Sri Mulyani keadaan ini tidak
akan menjurus pada krisis yang lebih parah.
Fundamental Ekonomi juga dianggap cukup kuat. Bahkan
Presiden SBY menyerahkan sepenuhnya penyelesaian
masalah ini kepada negara-negara besar (KoranTempo,
18/8).

Penyakit Bawaan
Goncangan moneter di dalam sistem keuangan
kapitalistik memang fenomena umum yang efeknya sangat
mengganggu bahkan kadang mematikan. Perjalanan sistem
ini telah diwarnai sejumlah krisis, sebut saja
misalnya depresi ekonomi tahun 1929, 1980, dan 1987.
Buku laris Profesor Charles P. Kindleberger: Manias,
Panics, and Crashes: A History of Financial
Crises(1996) telah mengurai kejadian-kejadian tersebut
secara detail. Pengalaman krisis yang belum pudar dari
ingatan bahkan efeknya masih teras sampai sekarang
adalah krisis moneter yang melanda kawasan Asia tahun
1997.

Salah satu faktor penyangga sistem ini adalah adanya
pasar uang dan pasar saham yang menjadi tempat
transksi modal dan mata uang yang spekulatif. Termasuk
dalam hal ini adalah penjualan mortgage secuties. Pada
faktanya transaksi yang terjadi di sektor nonriil ini
jauh melampuai jumlah transaksi di sektor riil.
Menurut The Economist (16/6/01) pada tahun 1971, tidak
kurang dari 90 persen transaksi finansial terkait
dengan ekonomi non riil dalam berbagai macam investasi
jangka panjang dan hanya 10 persen yang digunakan
untuk spekulasi. Namun keadaan kemudian berbalik.
Tahun 1996 saja, sekitar 95 persen dari 1,2 dollar AS
transaksi finansial global perhari berupa spekulasi,
dan 80 persen diantaranya merupakan spekulasi
mondar-mandir dengan kecepatan 1-7 hari (Deliarnov,
2006).

Krisis Sub-Prime morgage ini mirip dengan krisis yang
melanda Thailand tahun 1997 yang kemudian memberi efek
domino (contagion effect) ke sejumlah negara di
kawasan Asia. Sebelumnya, negara ini dipuja karena
masuk dalam kategori negara yang mengalami pertumbuhan
yang fantastis. Namun pujian itu berakhir dengan
meledaknya balon ekonomi negara tersebut (bubble
economic). Pemicunya adalah pembangunan real estate
yang terus berlangsung tidak diimbangi oleh
peningkatan daya beli masyarakat yang terus merosot.
Sejumlah Perusahaan real estate terkemuka kemudian
tidak mampu membayar utangnya kepada sejumlah bank.
Para investor saham yang lebih cerdik mulai menarik
dana mereka. Keprihatinan kemudian berubah menjadi
kepanikan. Saham-saham kemudian anjlok. Intervensi
pemerintah Thailand sebesar 9 miliar USD tidak banyak
menolong. Bahkan para spekulan mengambil keuntungan
dari intervensi tersebut. Satu juta orang thailand
dalam waktu tiga bulan kehilangan pekerjaan. Demikian
pula pinjaman pemerintah kepada IMF sebesar 17,2
miliar dollar AS untuk membayar utang luar negeri
perusahaan keuangan, tidak banyak membantu. Meski
demikian para spekulator telah menangguk keuntungan
dari kerapuhan sistem ekonomi negara tersebut (Walden
Bello, ”The End of the Asian Miracle” 1998 dalam
Korten).

Krisis yang menimpa Thailand tersebut kemudian melanda
negara-negara Asia lainnya. Indonesia kehilangan lebih
dari 15 persen tenaga kerjanya pada bulan Agustus
1998. Di Korea Selatan angka kemiskinannya naik tiga
kali lipat. Lebih dari seperempat penduduknya menjadi
miskin. GDP Indonesia jatuh sebesar 13,1 persen, Korea
6,7 persen dan Thailand 10,8 persen. Ini membuktikan
bahwa struktur keuangan dan moneter negara-negara
tersebut amat rentan sebagaimana halnya dengan
negara-negara lain. Meski menurut Stiglitz (2002)
liberalisasi (sektor keuangan) tetap merupakan faktor
yang paling penting yang memicu krisis tersebut.

Liberalisasi Sektor Keuangan
Dalam menjalankan transaksinya para investor keuangan
senantiasa bertindak spekulatif. Ia akan membeli saham
tertentu jika ia memprediksi bahwa bahwa di masa yang
akan datang akan lebih tinggi dari harga belinya.
Sebaliknya jika ia memprediksi bahwa harganya akan
turun maka ia pun melepas sahamnya yang mengakibatkan
indeks harga saham perusahaan tersebut menurun. Jika
kepanikan ini berlangsung secara massif dimana
tindakan tersebut diikuti investor lainnya dengan
menjual saham-saham mereka maka dipastikan saham
perusahaan tersebut akan anjlok bahkan gulung tikar.
Dampak berikutnya adalah menurunya produksi dan
membengkaknya angka pengangguran. Inilah yang menimpa
Enron, salah satu perusahan terbesar di AS yang
bermarkas di Texas. Hal yang sama juga menimpa
World.Com yang harga sahamnya anjlok hingga 94 persen.
Enron yang mempekerjakan 85. 000 orang di 65 negara
tersebut akhirnya bangkrut dan terpaksa merumahkan
seluruh karyawannya (Butt, 2002).

Para spekulan tak lagi peduli pada dampak yang mereka
timbulkan. Watak ini memang tidak bisa dipisahkan dari
para pelaku ekonomi dalam sistem Kapitalisme
sebagaimana yang dinyatakan oleh Friedeman dalam
Capitalism and Freedom (1962): ”ada satu dan hanya
satu, tanggungjawab sosial perusahaan atau bisnis,
yaitu menggunakan seluruh sumber daya yang mereka
miliki untuk mengumpulkan laba sebanyak-banyaknya”

Meski telah mengalami getirnya krisis keuangan,
Indonesia dan negara-negara Kapitalis lainnya tetap
tak bergeming dengan sistem moneter yang liberal ini.
Rezim devisa bebas misalnya tetap dipertahankan. Nilai
tukar dapat mengambang bebas sehingga membuat nilai
tukar dapat berfluktuasi tanpa batas. Uang-uang panas
(hot money) yang berjangka pendek bisa keluar masuk
mencari imbal hasil yang tinggi dari satu negara ke
negara lainnya tanpa mengalami hambatan berarti.

Sebaliknya sektor riil terus mengalami ketidakstabilan
harga akibat fluktuasi nilai tukar ini. Akibatnya
derajat ketidakpastian usaha semakin besar.
Padahal menurut Stiglitz, pemenang Nobel Ekonomi tahun
2001, di banyak negara berkembang liberalisasi modal
dan pasar keuangan, justru menciptakan ketidakstabilan
dan tidak menjadi sumber pertumbuhan ekonomi, Bahkan.
India dan China yang pertumbuhan ekonominya tinggi
terhindar dari krisis Asia tahun 1997 tanpa melakukan
liberalisasi. (Kompas, 13/8/07).

Salah satu dampak dari buruknya leberalisasi sektor
keuangan juga dinyatakan oleh Robert Mundell (1983)
profesor ekonomi dari Universitas Colombia yang
menyimpulkan bahwa dalam sistem pertukaran mata uang
mengambang (floating rate) maka cadangan devisa lebih
banyak dibutuhkan dibandingkan dengan sistem kurs
tetap (fixed rate). Cadangan mata uang yang digelentor
tersebut ternyata juga sering kali tidak efektif dan
malah jatuh ke kantong-kantong spekulan. Sebagai
contoh, ketika IMF dan pemerintah Brazil melakukan
intervensi pasar sekitar 50 miliar dollar untuk
menjaga nilai tukar yang mengalami overvaluasi pada
akhir 1998, uang tersebut seakan hilang ditelan angin.
Uang tersebut justru mengalir ke para spekulan. Bahkan
Stiglizt (2003) menuduh bahwa IMF-lah yang justru
menjaga agar para spekulan tersebut tetap dapat
menjalankan profesinya.

Negara-negara yang mata uangnya dijadikan sebagai
cadangan devisa oleh negara-negara lain juga
mendapatkan keuntungan sehingga terus terdorong untuk
memproduksi mata uangnya sebagaimana yang dilakukan
oleh AS. Saat ini defisit anggaran belanja Amerika
mendekati US$1 triliun pada akhir tahun ini sangat
mengkhawatirkan pelaku pasar modal khususnya investor
non-Amerika. Bukan itu saja menurut Direktur General
Accounting Office (GAO) pada 2005, kekayaan federal
hanya sekitar US$1 triliun sedangkan utangnya telah
mencapai US$7 triliun. Artinya, defisit kekayaannya
telah mencapai US$ 6 triliun. Meski demikian,
gelembung dollar terus saja dipompa oleh AS yang entah
kapan gelembung itu akan meledak. Wajar jika AS dan
korporat-korporat yang selama ini meraup keuntungan
dari liberasasi ekonomi terus mempertahankan
eksistensi sistem ini.

Kembali Ke Syariah
Memang, sejak runtuhnya standar emas dimana mata uang
yang beredar dipatok oleh emas yang kemudian disusul
oleh runtuhnya sistem Bretton Woods tahun 1971, sistem
mengkaitkan supply dollar dengan emas, krisis moneter
dan keungan menjadi fenomena umum. Tiap-tiap negara
telah mencetak mata uangnya kertas tanpa ditopang oleh
sesuatu yang bernilai seperti emas dan perak kecuali
jaminan dari pemerintah semata atau oleh mata uang
kertas yang juga rapuh seperti dollar. Hal tersebut
sebagaimana yang dinyatakan oleh Paul Krugman (2005)
telah menyebabkan penderitaan yang sangat besar
khususnya bagi para pelaku ekonomi.

Wajar jika sejumlah ekonom menyerukan untuk kembali
kepada standar emas dan perak. Termasuk dalam hal ini
seruan untuk menghapus berbagai bentuk
transaksi-transaksi non riil di bursa-bursa saham yang
telah menjadi meja judi raksasa oleh para spekulan,
tidak sebatas mengenakan restriksi pajak untuk
membatasi ruang gerak mereka. Pada saat yang sama
pemerintah harus menata seluruh transaksi-transaksi
kapitalistik yang ada agar sejalan dengan tuntunan
syariah termasuk menghapus praktek-praktek ribawi yang
dijalankan bank-bank dan lembaga keuangan
konvensional.

Mempertahankan sistem perekonomian saat ini jelas
hanya akan berakibat pada malapetaka berkepanjangan.
Goncangan demi goncangan akan terus terjadi. Tapi,
sampai kapan umat manusia harus menderita? ila mata?

वास्सलम.

Fwd: KEBIJAKAN LUAR NEGERI: BEBAS TAPI PASIF

--- In ekonomi-islami@yahoogroups.com, RACHMAD BACAKORAN

Entah kebijakan apalagi yang akan dilakukan oleh
Malaysia kepada warga Indonesia yang berada di sana. Derita demi
derita terus terjadi dengan intensitas yang semakin meningkat. Kasus
Bonar dan Ceriyati telah cukup menggambarkan duka mendalam anak
bangsa ini dalam upaya meraih sesuap nasi, seiring dengan kepulangan
para TKI yang tinggal jenazahnya saja dengan berbagai sebab. TKI di
Malaysia telah dipandang rendah oleh tuan rumahnya dengan menggunakan
sebutan Indon, yang tentu saja berkonotasi rendah.

Arogansi Malaysia tidak dapat ditutupi lagi dengan kata-kata
apologis. Terlebih lagi ketika kasus-kasus 'kekerasan' serupa menimpa
para duta bangsa apakah itu wasit Donald Luther Colopita atau
keluarga duta bangsa yang lain yang semestinya mendapatkan
perlindungan dan kekebalan diplomatik. Kini muncul pula kasus batik
dan lagu Rasa Sayange. Lagu Rasa Sayange yang sudah kita hafal sejak
kanak kanak, kini justru menjadi lagu resmi promosi wisata Malaysia.
Kerikil-kerikil dalam hubungan bilateral ini ternyata telah menyulut
konflik horizontal antara masyarakat Indonesia dan masyarakat
Malaysia meski baru sebatas saling lempar kata melalui dunia cyber.

Menjaga persaudaraan
Memang tak bisa dipungkiri bahwa Malaysia kini telah jauh
meninggalkan Indonesia, meskipun pada pascakemerdekaan, Malaysia
jelas berada di belakang Indonesia dalam ranah ekonomi-politik.
Keadaan telah berbalik, Malaysia melesat jauh, sementara Indonesia
yang tadinya disanjung akan menjadi Macan Asia yang lain, taringnya
telah tanggal satu per satu akibat krisis ekonomi dan terlembaganya
korupsi. Akibatnya, kemiskinan ini telah memberikan andil
mengantarkan anak-anak bangsa terpaksa hijrah sementara ke Malaysia
sekadar menyambung hidup, dan rela menjadi pembantu dan buruh.

Meskipun demikian, semestinya tidak lantas sang majikan seenaknya
berbuat kejam kepada pembantunya, apalagi konon kedua bangsa ini
diikat dengan ikatan persaudaraan. Kemiripan etnis, nasib, agama,
bahasa, serta posisi geografis yang bersebelahan menjadikan keduanya
merasa sebagai saudara yang harus saling menolong. Dalam komunitas
ASEAN sendiri Indonesia dianggap sebagai saudara tua. Tapi kini
saudara tua itu terlalu banyak mengalah. Sementara adik-adiknya
berkembang sedemikian pesatnya hingga jauh meninggalkan sang kakak.
Sikap mengalah Indonesia, dimanfaatkan Malaysia untuk mengambil
keuntungan, meskipun harus melupakan pranata sosial dalam hubungan
persaudaraan. Ketika Indonesia jatuh dalam kesulitan, bukannya
Malaysia berusaha menolongnya, melainkan memanfaatkannya. Malaysia
juga bukan negara pertama yang membantu korban Gempa Bantul dan
Yogyakarta. Bahkan kini warga Indonesia yang bekerja di Malaysia
cenderung diperlakukan sebagai pembantu, bukan saudara.

Ironisnya, justru hubungan dua saudara ini sekarang banyak diwarnai
oleh pola penganiayaan lantaran Indonesia dianggap lebih rendah
sebagai sesama manusia. Merebaknya penggunaan kata Indon dan kasus
kekerasan adalah salah satu wujud dari anggapan ini. Jelas hal ini
bukanlah refleksi sebagai saudara.

Tampaknya, paguyuban (gemeinschaft) sebagai sokoguru dalam
persaudaraan telah dibuang jauh, dan diganti dengan prinsip
patembayan (gesellschaft), sebuah hubungan yang impersonal, di mana
setiap masalah yang muncul diselesaikan atas dasar prisip hukum
formal yang berlaku. Hubungan persaudaraan, pada sisi yang lain,
menghendaki paguyuban dan penyelesaian masalah berasas pada
kekeluargaan dan saling memahami.

Sikap pasif?
Bangsa ini dulunya dikenal sebagai bangsa yang besar, karena peran-
peran aktif dalam berbagai fora internasional. Kebesaran namanya
memang disegani dunia dengan komitmen kebijakan luar negerinya yang
bebas dan aktif. Kebijakan ini tenar ketika dunia terbelah dalam
dikotomi blok Barat – blok Timur. Kebijakan yang berakar pada
pemikiran Muhammad Hatta 'mendayung di antara dua karang' ini adalah
bentuk sikap proaktif pemimpin bangsa dalam membaca situasi
internasional serta pilihan cerdas bagi bangsa untuk tidak sekadar
mengekor pada tatanan internasional yang ada.

Partisipasi Indonesia dalam Peacekeeping Operation PBB serta
keberhasilan Jakarta Informal Meeting sebagai upaya perdamaian di
Kamboja adalah contoh menarik dari peran proaktif Indonesia.
Pascakrisis ekonomi, keadaan tampaknya berbalik. Indonesia justru
menjadi sasaran aktifnya negara lain. Perjanjian perdamaian Helsinki
menunjukkan Indonesia belum mampu mengatasi persoalan sendiri.

Sangat berbeda jika kita membandingkan dengan perlindungan Pemimpin
Libya, Mu'amar Qaddafi terhadap dua warganya dari kejaran Amerika
Serikat. Meskipun kedua warganya tersebut dinyatakan bersalah telah
terlibat dalam kasus pengeboman pesawat Pan Am 103 di Lockerbie tahun
1988, namum sebagai pemimpin, Qaddafi tetap melindungi warganya,
meski dengan risiko Tripoli dibombardir oleh pasukan Amerika Serikat.
Mirip dengan itu adalah kasus Flor Contemplacion, 1995. Contemplacion
adalah seorang pembantu rumah tangga (maid) asal Filipina. Ia dituduh
terlibat pembunuhan di Singapura dan akhirnya dieksekusi di
Singapura. Masyarakat dan pemerintah Filipina marah besar dan hampir
saja memutuskan hubungan diplomatik dengan Singapura.

Apa yang ditunjukkan Indoensia sejauh ini tampaknya tidak
merefleksikan bangsa yang besar. Nuansa takut, lamban, dan terkesan
administratif mewarnai sikap Indonesia. Tak ada tindakan tegas yang
ditunjukkan untuk mampu meredam agresifitas para tetangga. Tak
sekalipun kita berani menggertak kepada Malaysia. Dewan Perwakilan
Rakyat misalnya telah menyarankan pemerintah untuk sesekali
memberikan travel warning kepada Malaysia, namun sejauh ini belum ada
reaksi dari pemerintah. Yang muncul justru kesan-kesan pembiaran atas
berbagai kasus itu, sehingga lama kelamaan agresivitas tetangga yang
kita sebut saudara itu semakin menjadi. Boleh jadi keberanian
Malaysia di Ambalat adalah karena inspirasi dari kasus Sipadan
Ligitan.

Memang bangsa ini sedang dililit krisis multidimensi, khususnya di
dalam negeri. Namum hal ini tidak lantas membiarkan kedaulatan dan
harga diri ini dicabik-cabik oleh bangsa lain. Belajar dari Sukarno,
mestinya kasus-kasus seperti ini justru dapat diubah sebagai alat
pemersatu bangsa. Oleh karenanya perlu perubahan paradigma dalam
kebijakan luar negeri, khususnya sikap proaktif dan keberanian dalam
memperjuangkan kepentingan nasional, termasuk perlindungan terhadap
kekayaan dan warga negara.

Peran pemerintah perlu ditampilkan dan disosialisasikan. Publik boleh
mengetahui apa saja kebijakan pemerintah terhadap hal ini.
Ketidaktahuan dan kekecewaan publik terhadap kinerja pemerintah bisa
saja berdampak pada 'pengambilalihan' lahan penyelesaian ini, dari
pemerintah oleh masyarakat. Akibatnya, konflik horizontal akan mudah
terjadi antara masyarakat Indonesia dan masyarakat Malaysia dan
konflik semacam ini sangat sulit untuk dikendalikan.


Wassalam

Fwd: FENOMENA SUBPRIME MORTGAGE & DILEMA PEMBIAYAAN KONSUMTIF DI INDONESIA

--- In ekonomi-islami@yahoogroups।com, Merza Gamal
Belakangan di mass media banyak ditulis, bahwa salah satu
permasalahan krisis keuangan yang melanda Amerika adalah berkaitan
dengan industri "subprime mortgage" (KPR Subprima). Diawali pada
akhir tahun 2006, industri KPR subprima di Amerika memasuki suatu
masa yang disebut "masa kehancuran KPR subprima". Tingginya angka
penyitaan jaminan KPR subprima ini telah menyebabkan lebih dari 24
perusahaan pemberi pinjaman KPR subprima mengalami kepailitan, salah
satunya adalah perusahaan terkemuka yaitu New Century Financial
Corporation, yang merupakan perusahaan KPR subprima terbesar kedua di
Amerika. Kehancuran dari perusahaan-perusahaan KPR subprima ini telah
mengakibatkan harga pasar saham berbasis Real estate investment trust
senilai 6.5 triliun USD jatuh dan membawa pengaruh meluas terhadap
bursa saham Amerika serta ekonomi secara keseluruhan. Krisis ini
masih berlanjut terus dan telah mendapatkan perhatian serius dari
media massa di Amerika serta
pembuat undang-undang pada awal tahun 2007.
Permasalahan yang terjadi di Amerika tersebut, tampaknya tidak
menjadi sebuah pelajaran berharga bagi praktisi keuangan di
Indonesia. Dalam berita media masa pada awal November disampaikan
bahwa perbankan mengenjot kredit konsumtif menjelang akhir tahun 2007
untuk memenuhi target pemberian kredit kepada masyarakat. Lebih
lanjut, apabila kita perhatikan dengan seksama, komposisi kredit
perbankan pada dua dekade belakangan ini, mengalami perubahan
signifikan. Pada dekade sebelum 1990-an, komposisi kredit perbankan
sebagian besar diperuntukkan bagi pembiayaan sektor produktif, baik
itu sektor pertanian, sektor industri, sektor perdagangan, serta
sektor produktif lainnya. Dengan demikian yang menjadi debitur
perbankan, saat itu, kebanyakan adalah petani, pengusaha, ataupun
pedagang. Namun seiring perubahan gaya perekonomian, porsi mereka
dalam mendapatkan pembiayaan dari bank semakin berkurang dari hari ke
hari. Di lain sisi, satu profesi, yaitu pekerja yang
sebelumnya sangat jarang menjadi debitur perbankan, saat ini
merupakan sasaran penyaluran kredit bank-bank dalam pembiayaan yang
bersifat konsumtif.

Dari catatan perbankan nasional Indonesia per Agustus 2007, terlihat
bahwa Rp 258 trilyun dari Rp 893 trilyun atau 29% outstanding kredit
perbankan di Indonesia merupakan kredit konsumtif langsung kepada
nasabah perbankan. Di samping itu, terdapat pula 11% (Rp 95,679 T)
merupakan kredit yang diberikan kepada sektor jasa dunia usaha, yang
isinya sebagian besar merupakan kredit kepada multi finance, koperasi
simpan pinjam dan institusi lainnya yang meneruskan pembiayaan
konsumtif kepada "customer" nya. Dengan demikan, sebenarnya, 40% dari
outstanding kredit yang diberikan perbankan Indonesia disalurkan
kepada sektor konsumtif yang hampir seluruhnya, dinikmati oleh kaum
pekerja. Jika dibandingkan dengan profesi pedagang, profesi pekerja
sangat besar mendapatkan fasilitas kredit dari bank. Pemberian kredit
kepada sektor perdagangan (termasuk hotel & restoran) "hanya" sebesar
21% (Rp 192T) dari total outstanding kredit perbankan Indonesia tahun
2006.
Sektor pertanian mendapatkan jauh lebih kecil lagi, yaitu "hanya"
5,5% (Rp 49T). Sektor industri, yang seharusnya menjadi penopang PDB
di era ekonomi modern saat ini, "hanya" mendapatkan 21% (Rp 189,7T)
saja dari total outstanding kredit.

Berdasarkan data di atas, dapat kita lihat, bahwa yang mendorong
pertumbuhan kredit perbankan saat ini adalah sektor konsumtif, bukan
sektor produktif. Dengan demikian, pada saat ini, jauh lebih banyak
profesi pekerja (pegawai) yang menjadi debitur perbankan dibandingkan
profesi pedagang ataupun pengusaha apalagi jika dibandingkan dengan
profesi petani. Hal serupa juga terjadi di Amerika, sebagaimana yang
disampaikan Joseph E. Stiglitz dalam bukunya The Roaring Nineties: A
New History of the World's Most Prosperous Decade (2003), bahwa kini,
rata-rata orang Amerika yang berhutang bukan petani, melainkan orang-
orang yang menjadi pegawai.

Seringkali kita dengar, dari para pelaku perbankan, bahwa pinjaman
konsumtif merupakan pendorong pertumbuhan kredit perbankan yang aman.
Mereka membuktikan dari kecilnya angka NPL (Non Performing Loan)
sektor ini, pada tahun 2005 hanya 2,26% saja. Namun keyakinan itu
agak menurun karena mulai naiknya NPL sektor konsumtif menjadi 3,37%
per Agustus 2007. Apakah keyakinan para pelaku perbankan terhadap
kredit konsumtif yang menjanjikan benar adanya, dapat kita resapi
dari bahasan Stiglitz pada bukunya di atas, meskipun ia tidak secara
khusus membahas permasalahan tersebut.

Seorang pekerja dalam sebuah roda perekonomian sangat tergantung
dengan sebuah produktivitas. Ketika perekonomian sedang menggunakan
sumber dayanya secara maksimal, peningkatan produktivitas
memungkinkan naiknya PDB, upah, dan memperbaiki standar hidup.
Sebaliknya, ketika perekonomian mengalami resesi, semuanya akan
berbalik arah dengan turunnya PDB, upah, serta memburuknya kualitas
hidup masyarakat, termasuk profesi pekerja. Apabila resesi yang
terjadi karena permintaan yang terbatas, misalnya output hanya naik
1 persen sedangkan kapasitas produksi 3 persen lebih output, maka
pekerja yang diperlukan menjadi lebih sedikit, sehingga akan
berdampak kepada peningkatan pengangguran.

Peningkatan laju pertumbuhan produktivitas, dalam jangka pendek, bisa
jadi menghasilkan tingkat output yang lebih rendah. Akan tetapi,
angka pengangguran yang tinggi akan menjadi penyebab penekan upah
pekerja. Situasi dunia kerja menjadi tidak menentu yang akan
berakibat tertekannya konsumsi, atau paling tidak laju pertumbuhan
konsumsi akan menurun. Namun, karena kapasitas produksi berlebih,
kenaikan laba yang disebabkan oleh penurunan upah dan penurunan suku
bunga, tidak otomatis mendorong peningkatan investasi. Akibat
pertumbuhan konsumsi yang menurun atau melambat, maka output secara
keseluruhan akan berkurang. Akhirnya semakin sedikit pekerja yang
dibutuhkan.

Era "Ekonomi Baru" setelah tahun 1990 yang sangat menekankan
teknologi tinggi dan kemudahan komunikasi informasi, turut merubah
pola perusahaan dalam mempertahankan pekerjanya. Dahulu, perusahaan
akan mempertahankan para pekerjanya di tengah resesi, walaupun mereka
tidak terlalu diperlukan. Sekarang, seiring berkembangnya era ekonomi
baru, berkembang pula budaya yang menitikberatkan pada bottom line
yang mengandung arti bahwa laba hari ini bukan laba jangka panjang,
sehingga ketika menghadapi masalah maka perusahaan perlu mengambil
tindakan cepat dan menentukan. Mempertahankan pekerja pada saat
perusahaan bermasalah, saat ini, dipandang sebagian pihak sebagai
tindakan lemah hati dan rendah pikiran. Lebih jauh lagi, telah muncul
idiom baru yang berbunyi "pecat pegawai anda begitu tidak dibutuhkan
lagi, karena mereka selalu bisa dikontrak (outsourcing) lagi nanti
saat diperlukan".

Munculnya era ekonomi baru beserta budaya baru yang ditimbulkannya,
akan sangat berpengaruh terhadap pinjaman konsumtif yang diberikan
bank kepada nasabahnya, yang hampir seluruhnya, merupakan pekerja.
Kerentanan kondisi pekerja yang ada saat ini akan membuat pekerja
mudah sekali kehilangan pekerjaannya. Pada saat seseorang kehilangan
pekerjaan, hal utama yang akan dipenuhi adalah kebutuhan pokok mereka
dalam mempertahankan kehidupannya. Dari sisi psikologi, pada saat
seseorang mempunyai sumber daya yang terbatas, maka pemenuhan
kewajiban (hutang) akan menjadi urutan pemenuhan yang terakhir.
Dengan demikian, risiko yang akan ditanggung oleh sebuah bank yang
mempunyai portfolio pembiayaan konsumtif yang besar turut menjadi
besar setiap siklus resesi terjadi pada roda perekonomian.

Permasalahan penting lainnya yang membayangi portfolio pinjaman
konsumtif yang besar adalah terjadinya kondisi suku bunga tinggi.
Menurut Stiliglitz, suku bunga tinggi sangat tidak baik bagi para
pekerja (pegawai upahan), dan mereka akan rugi pada tiga hitungan,
yaitu:
Tingginya suku bunga dapat menimbulkan naiknya angka pengangguran;
Tingginya pengangguran meletakkan tekanan terhadap besaran upah;
Akibat hutang yang dimiliki pekerja, suku bunga tinggi membuat makin
berkurangnya kemampuan mereka mengeluarkan uang untuk kebutuhan
lainnya.
Bila dikaji lebih lanjut, sistem bunga pada sebuah pembiayaan
mempunyai pengaruh yang tidak baik bukan saja pada saat suku bunga
tinggi, melainkan juga pada saat suku bunga rendah. Menurut Umer
Chapra (1985), sistem bunga akan merugikan penghimpunan modal, baik
suku bunga tersebut tinggi maupun rendah.
Suku bunga yang tinggi akan "menghukum" pengusaha sehingga akan:
- menghambat investasi dan formasi modal;
- menimbulkan penurunan dalam produktivitas dan kesempatan
kerja;
- menyebabkan laju pertumbuhan yang rendah.
Suku bunga yang rendah akan "menghukum" para penabung yang akan:
- menimbulkan ketidakmerataan pendapatan dan kekayaan;
- mengurangi rasio tabungan kotor;
- merangsang pengeluaran konsumtif yang menimbulkan tekanan
inflasioner;
- mendorong investasi yang tidak produktif dan spekulatif;
- menciptakan kelangkaan modal dan menurunnya kualitas
investasi.

Bagi seorang pekerja yang sangat tergantung kepada perusahaan pada
era ekonomi baru dengan budaya perusahaan yang berbeda dengan masa
lalu, kondisi suku bunga yang tinggi maupun rendah mempunyai dampak
yang signifikan dalam pemanfaatan dana yang mereka peroleh maupun
miliki dari hasil pekerjaan mereka.

Dari paparan singkat di atas, dapat disimpulkan, pendapat sebagian
pihak yang menyatakan bahwa pembiayaan konsumtif merupakan portfolio
yang menguntungkan dan aman pada saat ini, sebenarnya kurang tepat.
Sebaliknya, pelaku perbankan sadar bahwa terlalu besar mengelolah
portfolio pembiayaan konsumtif merupakan sebuah "api dalam sekam",
yang tiba-tiba akan dapat menghabiskan semua yang ada pada saat yang
tidak dapat diduga sebelumnya, dan dapat saja menjadi
sebuah "dilemma" masa depan. Apakah fenomena "subprime mortgage" di
Amerika tidak cukup menggugah para pelaku keuangan di Indonesia????


Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi इस्लामी)

Fwd: Tantangan Perguruan Tinggi Menyediakan Ahli Ekonomi Syariah

--- In ekonomi-islami@yahoogroups.com, Merza Gamal


Sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, perkembangan
Lembaga Bank Syariah cukup pesat, yang selama 7 tahun hanya diisi
oleh satu pemain, yakni Bank Muamalat Indonesia. Perkembangan
tersebut, dimulai dengan berdirinya Bank Syariah Mandiri yang
merupakan anak perusahaan Bank Mandiri dan kemudian diikuti oleh
berbagai bank yang Kantor Cabang Syariah, bahkan sebuah Bank Asing
Global telah membuka Unit Syariah di Indonesia, yakni Hongkong
Shanghai Bank Corp. (HSBC). Hingga akhir triwulan III-2007, terdapat
3 Bank Umum Syariah dan 25 Unit Usaha Syariah. Di samping itu, telah
tercatat pula di Bank Indonesia sebanyak 109 lembaga Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS), serta lebih dari 3.000 lembaga Baitul Maal wat
Tamwil (BMT) sebagai salah satu alternatif lembaga keuangan syariah
mikro. Seiring dengan pertumbuhan lembaga perbankan syariah, lembaga
keuangan lain berbasis syariah berkembang pula, seperti berbagai
asuransi, termasuk asuransi asing (yakni Great Eastern,
Prudencial, Alianz, dan MAA), penggadaian, reksa dana Syariah, serta
berbagai perusahaan besar mengeluarkan obligasi Syariah guna mencari
dana bagi usaha mereka.

Pada saat ini, perkembangan perbankan syariah sebagai bagian dari
aplikasi sistem ekonomi syariah di Indonesia telah memasuki babak
baru. Pertumbuhan industri perbankan syariah telah bertransformasi
dari hanya sekedar memperkenalkan suatu alternatif praktik perbankan
syariah menjadi bagaimana bank syariah menempatkan posisinya sebagai
pemain utama dalam percaturan ekonomi di tanah air. Bank syariah
memiliki potensi besar untuk menjadi pilihan utama dan pertama bagi
nasabah dalam pilihan transaksi mereka. Hal itu ditunjukkan dengan
akselerasi pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di
Indonesia.

Setelah diakomodasinya Bank Syariah pada Undang-Undang Perbankan
No. 10/1998, maka dari tahun 2000 hingga tahun 2004, dapat dirasakan
pertumbuhan Bank Syariah cukup tinggi, rata-rata lebih dari 50%
setiap tahunnya. Bahkan pada tahun 2003 dan 2004, pertumbuhan Bank
Syariah melebihi 90% dari tahun-tahun sebelumnya. Akan tetapi, pada
tahun 2005 dan 2006, dirasakan ada perlambatan, meskipun tetap tumbuh
sebesar 37% dan 28%. Akan tetapi, walaupun dirasakan pertumbuhan Bank
Syariah di Indonesia melambat, sebenarnya pertumbuhan sebesar itu
merupakan prestasi yang cukup baik. Perlu disadari, bahwa di tengah
tekanan yang cukup berat terhadap stabilitas makroekonomi secara umum
dan perbankan secara khusus, kondisi industri perbankan syariah tetap
memperlihatkan peningkatan kinerja yang relatif baik. Di samping itu,
dapat pula dipahami, bahwa meskipun share bank syariah pada saat ini
(per September 2007) baru 1,72%, namun hal tersebut telah menunjukkan
peningkatan yang luar biasa
dibandingkan share pada tahun 1999 yang hanya 0,11%.

Bank Indonesia, sebagai pemegang kebijakan moneter, dan para
stakeholder yang terlibat lainnya yakin bahwa pengembangan Bank
Syariah dianggap masih mempunyai prospek yang tinggi. Hal tersebut
diyakini karena peluang yang besar dan dapat dilihat dari hal-hal
sebagai berikut:
1. Respon masyarakat yang antusias dalam melakukan
aktivitas ekonomi dengan menggunakan prinsip-prinsip syariah;
2. Kecenderungan yang positif di sektor non-keuangan/
ekonomi, seperti sistem pendidikan, hukum dan lain sebagainya yang
menunjang pengembangan ekonomi syariah nasional.
3. Pengembangan instrumen keuangan syariah yang diharapkan
akan semakin menarik investor/pelaku bisnis masuk dan membesarkan
industri Perbankan Syariah Nasional;
4. Potensi investasi dari negara-negara Timur Tengah dalam
industri Perbankan Syariah Nasional.

Bank Indonesia mempunyai keyakinan bahwa Bank Syariah akan terus
berkembang pada tahun 2008 dengan pangsa sebesar 5,25%. Perkembangan
tersebut diprediksi akan semakin besar pada tahun-tahun selanjutnya
seiring berkembangya aplikasi-aplikasi ekonomi berbasiskan prinsip-
prinsip syariah di Indonesia, seperti peraturan perundangan yang
memberika ruang gerak terhadap lembaga-lembaga ekonomi syariah di
Indonesia.

Keyakinan Bank Indonesia di atas, diikuti dengan beberapa rencana
corporate action yang akan dilakukan oleh beberapa bank dalam
memenuhi akselerasi perkembangan perbankan Syariah di tahun 2008,
antara lain adalah:

Bank Rakyat Indonesia (BRI) mengakuisisi Bank Jasa Artha menjadi
BUS (Bank Umum Syariah) dan spin off UUS (Unit Usaha Syariah)
digabungkan ke dalam BUS baru dengan penambahan modal awal sebesar
Rp500M dari Rp1T yang akan ditempatkan;
Bank Negara Indonesia (BNI) akan memperbesar UUS dengan menambah
modal sebesar Rp300M dan mengakuisisi bank kecil untuk dijadikan BUS
dengan dana sekitar Rp200M, sehingga BNI akan memiliki dua bank
syariah;
Bank Bukopin membeli saham dan aset kredit Bank Persyarikatan
untuk selanjutnya dikonversi menjadi BUS dengan tambahan dana sekitar
Rp250M;
Bank Panin mengakuisisi Bank Harfa untuk selanjutnya dikonversi
menjadi BUS dengan dana sekitar Rp200M;
Bank Victoria Internasional mengakuisisi Bank Swaguna untuk
selanjutnya dikonversi menjadi BUS dengan dana sekitar Rp200M;
Bank Central Asia (BCA) akan mengakuisisi 2 bank untuk dijadikan
wealth management bank dan BUS (dengan dana sekitar Rp200M);
Bank Jabar akan mengakuisisi sebuah bank yang selanjutnya
dikonversi menjadi BUS dengan dana sekitar Rp500M;
Beberapa BPD (Bank Pembangunan Daerah) yang masih belum memiliki
UUS segera membuka networking syariah;
Beberapa bank konvensional domestik maupun internasional akan
membuka UUS, antara lain, Lippo Bank, Bank Century, NISP, BTPN,
Standard Chartered Bank (SCB), ABN-Amro, Citibank, dll;
Beberapa Bank Syariah baik yang sudah eksis maupun yang segera
berdiri akan mengembangkan wealth management berbasis syariah,
seperti HSBC Amanah, SCB, Citibank, BII, dan BCA.

Hal-hal yang masih menjadi kendala dalam pengembangan Bank Syariah
di samping imbas kondisi makroekonomi, juga dipengaruhi oleh hal-hal
sebagai berikut:

Jaringan kantor pelayanan dan keuangan syariah masih relatif
terbatas;
Sumber Daya Manusia yang kompeten dan professional masih belum
optimal;
Pemahaman masyarakat terhadap bank syariah sudah cukup baik, namun
minat untuk menggunakannya masih kurang;
Sinkronisasi kebijakan dengan institusi pemerintah lainnya
berkaitan dengan transaksi keuangan, seperti kebijakan pajak dan
aspek legal belum maksimal;
Fluktuasi suku bunga masih berpengaruh terhadap loyalitas nasabah
syariah;
Fungsi sosial Bank Syariah dalam memfasilitasi keterkaitan antara
voluntary sector dengan pemberdayaan ekonomi marginal masih belum
optimal.

Untuk mengantisipasi kendala jaringan kantor pelayanan Bank
Syariah, pihak Bank Indonesia telah membuat regulasi tentang
kemungkinan pembukaan layanan Syariah pada counter-counter Unit
Kovensional Bank-Bank yang telah mempunyai Unit Usaha Syariah melalui
PBI No.8/3/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006. Dengan demikian,
diharapkan masalah jaringan pelayanan dan keuangan Syariah dapat
diatasi karena masyarakat dapat dilayani dimana saja saat membutuhkan
transaksi Bank Syariah.

Seiring dengan perkembangan lembaga ekonomi dan keuangan syariah di
Indonesia, maka tentunya dibutuhkan sumber daya insani (manusia)
berkualitas yang dapat menjadi pelaku ekonomi professional dan
inovatif terhadap produk-produk keuangan syariah. Oleh sebab itu,
sudah seharusnya, pengembangan pendidikan ilmu ekonomi syariah
menjadi sebuah keniscayaan seiring dengan kebutuhan pasar. Program
studi ekonomi dan keuangan syariah, seharusnya tersedia di lembaga
pendidikan tinggi umum, tidak hanya IAIN. Kebutuhan ahli ekonomi dan
keuangan Syariah, bukan hanya dari sisi fikih, namun mencakup
keahlian siap pakai untuk terjun ke lembaga-lembaga keuangan berbasis
Syariah. Kurikulum ekonomi syariah semestinya tersedia seiring dengan
berkembangnya ekonomi dan sistem keuangan syariah. Kehadiran kelompok
studi ekonomi Islam di kampus-kampus dapat menjadi penggerak bagi
kajian keilmuan di masing-masing kampus sekaligus sosialisasi dan
penyebaran ilmu ekonomi syariah di kalangan akademisi.
Dengan demikian, seharusnya perguruan tinggi umum, tidak perlu ragu
apakah lulusan dapat diterima di dunia kerja, selama output yang
dihasilkan sesuai dengan criteria yang diharapkan oleh lembaga
perbankan dan keuangan syariah lainnya.

Sumber Daya Insani (SDI) hasil pendidikan perguruan tinggi yang
dibutuhkan oleh Lembaga Perbankan Syariah, adalah seorang yang
mempunyai:
1. kemampuan profesionalitas yang tinggi dalam bidang keahlian
keuangan manajemen;
2. kemampuan beradaptasi yang tinggi;
3. menguasai perangkat teknologi dan informasi;
4. memahami ketentuan dan prinsip syariah yang baik;
5. memiliki akhlak dan moral yang Islami, yang dapat
dijabarkan dan diselaraskan dengan sifat-sifat yang harus dipenuhi,
yakni:
a. Siddiq, yakni bersikap jujur terhadap diri sendiri, terhadap
orang, dan Allah SWT;
b.Istiqomah, yakni bersikap teguh, sabar dan bijaksana;
c. Fathonah, yakni professional, disiplin, mentaati peraturan,
bekerja keras, dan inovatif;
d.Amanah, yakni penuh tanggungjawab dan saling menghormati dalam
menjalankan tugas dan melayani mitra usaha;
e. Tabligh, yakni bersikap mendidik, membina, dan memotivasi pihak
lain untuk meningkatkan fungsinya sebagai kalifah di muka bumi.

Untuk mendukung tujuan di atas, secara khusus Bank Indonesia telah
mengatur bahwa manajemen bank syariah diharuskan memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. Memiliki komitmen dalam melaksanakan usaha bank berdasarkan
prinsip syariah secara konsisten;
2. Memiliki integritas dan moral yang baik;
3. Memiliki pengalaman operasional Bank Syariah atau telah
mendapatkan pendidikan dan pelatihan perbankan syariah.

Selain peningkatan kompetensi dan profesionalisme melalui
pendidikan dan pelatihan, perlu juga diciptakan suasana yang
mendukung di setiap Bank Syariah, tidak terbatas hanya pada lay out
serta physical performance, melainkan juga nuansa non fisik yang
melibatkan girah Islamiyah. Hal ini perlu dilakukan sebagai
environmental enforcement, mengingat agar sumber daya yang telah
belajar dan mendapatkan pendidikan serta pelatihan yang baik, ketika
masuk ke dalam pekerjaannya menjadi sia-sia karena lingkungannya
tidak mendukung.

Perlu disadari, bahwa pada saat ini, dalam dunia ekonomi terjadi
perkembangan yang cukup signifikan terhadap ekonomi syariah, tidak
hanya di negara-negara mayoritas berpenduduk Muslim, tetapi juga di
negara non Muslim seperti Inggris, Luksemburg, Swiss, New Zealand,
Singapore, Jepang, dan Amerika Serikat. Seiring dengan berkembangnya
sistem pasar bebas, jika kita tidak siap, mungkin saja Bank Syariah
yang beroperasi dan berhasil di Indonesia merupakan cabang-cabang
Bank Syariah dari Amerika, Inggris, Luksemburg, New Zealand,
Singapore atau negara-negara Barat lainnya, dengan tenaga-tenaga
Sumber Daya Insani dari negara asal mereka yang lebih terdidik,
sedangkan kita kembali menjadi penonton di negeri sendiri.


Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)

Fwd: FW: OOT: Hati-hati Komunitas Agama Baru

--- In ekonomi-islami@yahoogroups।com, Merza Gamal & Inna Indrawati Bratakusuma

Untuk semua teman-teman sebangsa Indonesia.

Saya menulis catatan ini setelah selama hampir dua tahun mengikuti
beberapa pertemuan formal yang dilakukan oleh pusat-pusat studi untuk
Indonesia, baik di Belanda, Jerman maupun Inggris.

Luar biasa, tidak seperti yang kita bayangkan selama ini melalui
media cetak maupun media lainnya, sebenarnya masih banyak kelompok
masyarakat di Eropa yang sangat mendukung terciptanya perdamaian dan
kebebasan serta kesejahteraan di Indonesia. Sebagai peserta yang
hampir selalu hadir dalam forum diskusi pada pusat-pusat studi untuk
Indonesia, saya merasakan bahwa sudah sepatutnya kita bergembira dan
berbesar hati karena ternyata cukup banyak masyarakat individu dan
kelompok masyarakat di Eropa yang mendukung Indonesia untuk menjadi
lebih baik.

Namun demikian, hasil studi mereka yang dilakukan melalui penempatan
anggota-anggota ahli dari pusat studi tersebut di Indonesia
menyatakan bahwa sampai saat ini masih terdapat "beberapa negara
besar dan (merasa) adikuasa" yang tidak mendukung terciptanya cita-
cita mulia tersebut. Bahkan keberhasilan mereka dalam memecah belah
Serbia dan Bosnia (yang nota bene merupakan perang saudara antara
umat Muslim dan umat Nasrani) juga tengah diterapkan dalam menyusun
strategi mereka di Indonesia.

Sayang sekali, karena catatan ini bukanlah catatan formal dari pusat
studi tersebut, saya tidak dapat menyebutkan negara mana saja yang
dimaksud seperti tersebut di atas. Tetapi apabila Anda semua ingin
mengetahuinya dengan lebih rinci, silakan Anda mencarinya dalam karya
ilmiah, jurnal dan catatan formal dari pusat-pusat studi untuk
Indonesia di Eropa yang telah di-release oleh mereka secara formal.

Tanpa bermaksud untuk memperkeruh keadaan dan justru dengan maksud
untuk mempererat rasa kebangsaan dan persatuan Indonesia demi
mencegah keberhasilan "negara-negara" tersebut dalam memecah belah
Indonesia, berikut saya sampaikan kesimpulan yang seyogyanya kita
semua perhatikan dan kita sebarkan sebagai bentuk dari rasa
nasionalisme kita semua.

1. Indonesia sampai dengan saat ini masih dianggap sebagai negara
besar yang patut diperhitungkan dalam regional Asia Pasifik, baik
dari sisi luas wilayah, perekonomian, politik dan agama.

2. Khusus untuk masalah agama, sebagai negara dengan masyarakat
pemeluk agama Islam terbesar didunia, Indonesia selalu berada pada
peringkat pertama dalam kaca mata "minus" dari "negara-negara"
tersebut.

3. Pada saat era globalisasi sudah mulai menyeruak dihampir seluruh
negara didunia, masalah ekonomi, politik, pertahanan, budaya dan lain
sebagainya sudah tidak lagi menjadi masalah sensitif yang dapat
dipermainkan oleh "negara-negara" tersebut. Globalisasi telah dengan
sendirinya meminimalisir batas-batas masalah tersebut antar negara.

4. Satu-satunya masalah yang masih sangat sensitif saat ini dan
dimasa-masa yang akan datang adalah masalah agama, karena bentuk
kesepakatan apapun yang telah disepakati oleh (misalkan) seluruh
negara didunia ini, agama tetap menduduki prioritas pertama sebagai
suatu keyakinan yang tidak dapat diubah oleh umat manusia sesuai
dengan apa yang tercantum dalam kitab suci masing-masing.

5. Kembali kepada persatuan Indonesia, sejak terjadinya reformasi
sembilan tahun yang lalu, "negara-negara" tersebut melihat celah yang
sangat menguntungkan untuk memporak porandakan Indonesia melalui
ephoria reformasi yang saat ini masih terjadi hampir diseluruh daerah
di Indonesia. Celah tersebut adalah masalah AGAMA yang merupakan
masalah sensitif dimuka bumi, apalagi di Indonesia.

6. Sebagian besar tarekat, sekte, komunitas atau bentuk kelompok baru
yang bermunculan, baik dalam agama Islam maupun agama Nasrani
(Kristen, Katolik, Protestan, Advent dan lain sebagainya) dapat
dibuktikan oleh pusat-pusat studi untuk Indonesia, ternyata dibiayai
oleh "negara-negara" tersebut.

7. Tujuan utama "negara-negara" tersebut membiayai kelompok-kelompok
agama itu adalah untuk mengadu domba antar sesama Muslim dan sesama
Nasrani dengan tujuan akhir adalah memecah belah keutuhan Indonesia
dengan terjadinya permusuhan antara umat Muslim dan umat Nasrani
(sebagai mayoritas agama kedua setelah Islam di Indonesia).

8. Keuntungan yang mereka dapatkan dari tercapainya tujuan seperti
tersebut dalam butir tujuh di atas adalah untuk:
- memperluas dan memperkokoh supremasi politik "negara-negara"
tersebut di Indonesia.
- mendapatkan sumber daya alam ditengah konflik yang ada (tentunya
saat antar dua kubu terjadi konflik, dana yang besar sangat
dibutuhkan untuk membiayai perang saudara tersebut, kesempatan ini
digunakan untuk mengadakan kerjasama yang sangat tidak menguntukan
dimana "negara-negara" tersebut akan menikmati keuntungan yang sangat
besar dalam jangka waktu lama sementara kubu yang memiliki sumber
daya alam hanya akan menikmati keuntungan dalam jangka pendek yang
relatif kecil tanpa mereka sadari).
- memperkokoh dan memperluas supremasi agama tertentu yang menjadi
mayoritas agama dari "negara-negara" tersebut.

9. Contoh-contoh yang dapat kita cermati bersama atas upaya-upaya
dari "negara-negara" tersebut dapat dilihat dalam komunitas-komunitas
agama baru seperti:
- Komunitas Eden, pihak berwenang hanya melakukan tindakan insidentil
yaitu menghukum dengan pidana kurungan untuk pemimpinnya dan saat ini
sudah dilepas kembali. Kegiatan komunitas ini sudah berjalan normal
seperti biasa dimana mereka menggabungkan antara dasar-dasar
kepercayaan agama Islam dan agama Katolik.
- Al Qiyadah, seperti juga komunitas eden, mereka menggabungkan dasar-
dasar kepercayaan agama Islam dan agama Kristen.
- Komunitas Al Qiyaadatul Islamiyah di Makassar, Sulawesi Selatan,
komunitas ini sepenuhnya tetap menggunakan dasar ajaran Islam, tetapi
tidak mengakui kebenaran surat Al Fatihah, tidak mengakui adanya
shalat wajib lima waktu dan mengakui adanya nabi-nabi lain setelah
nabi Muhammad SAW karena kitab Al Quran masih belum lengkap.
- Komunitas Gereja Hitam (setan) di Bandung. Aliran ini dengan tegas
tidak mempercayai Isa Almasih dan Roh Kudus sebagai Tri Tunggal
tetapi memperayai kekuatan setan sebagai kekuatan terbesar setelah
Tuhan. Seluruh patung yang terdapat dalam gereja Hitam ini
menggambarkan perwujudan dari bentuk-bentuk setan.

Dan masih banyak komunitas-komunitas lain yang tidak dapat saya
sampaikan satu persatu karena cukup banyak dan masih bersifat lokal,
belum nasional.

10. Pihak berwenang di Indonesia, bekerja sama dengan lembaga-lembaga
agama formal yang diakui oleh pemerintah serta lembaga pemerintah
lainnya, LSM dan pusat-pusat studi untuk Indonesia diluar negeri
tengah mempelajari aliran dana yang terjadi sebagai donasi bagi
komunitas-komunitas agama seperti tersebut dalam butir sembilan di
atas.

11. Sangatlah tidak sulit bagi "negara-negara" tersebut untuk dapat
membiayai dan mempengaruhi orang-orang Indonesia agar membentuk
komunitas agama baru karena:
- kondisi perekonomian Indonesia yang tidak kunjung membaik. Dengan
mempergunakan para sarjana yang masih menganggur atau terjerat dalam
kesulitan ekonomi, mereka mengarahkan orang-orang itu untuk bekerja
tanpa adanya intervensi langsung dari "negara-negara" tersebut
kecuali dalam hal dana.
- melalui iming-iming uang para petinggi komunitas agama menyebarkan
agama barunya kepada masyarakat bawah yang tengah frustasi menghadapi
kesulitan ekonomi.
- Pola pakar agama yang masih menggunakan gaya lama dalam
menyampaikan kebenaran kepada masyarakat serta globalisasi yang
memungkinkan masuknya modernisasi dan westernisasi secara membabi
buta, mendorong terjadinya gagap budaya yang dengan cepat
mempengaruhi pola pikir para cendikia dimana mereka mulai mencari-
cari pegangan baru yang lebih dirasakan nyaman dan mudah tanpa adanya
alasan-alasan ekonomi, yaitu bergabung dalam komunitas-komunitas
agama baru tersebut.

Intinya, ditengah ephoria reformasi yang belum juga selesai serta
berjangkitnya penyakit masyarakat yang mewabah atas ketidak pastian
dan ketidak nyamanan dalam menjalani kehidupan sehari-hari, "negara-
negara" tersebut dengan mudah mempermainkan bangsa kita melalui dana-
dana yang mengalir kepada pihak-pihak yang sedang sakit.

Beberapa contoh keberhasilan yang mudah-mudahan semu atas tindakan
devide et impera "negara-negara" tersebut adalah konflik di Poso dan
Ambon yang telah sampai pada tujuan akhir "negara-negara" tersebut
yaitu konflik saudara antara umat Muslim dan Nasrani.


Untuk itu, melihat fakta-fakta yang ada dihadapan kita semua, sudah
saatnya kita membangun kebersamaan dan kesatuan bangsa dan negara
Indonesia dengan saling menghormati antar agama yang kita yakini
masing-masing.

Sudahlah pasti kita semua selaku penganut agama tertentu akan sangat
meyakini bahwa agama kitalah yang terbaik. Keyakinan tersebut tidak
menjadikan kita untuk dengan mudahnya menyudutkan bahkan memberangus
agama lain. Cukuplah kita untuk saling menghormati dan
menjadikan "agamaku sebagi agama yang aku yakini dan agamamu sebagai
agama yang engkau yakini".

Kewajiban kitalah untuk turut menyebarkan kebenaran kepada sesama
(Muslim, Nasrani, Hindu, Budha dan lain sebagainya) agar mereka tidak
terjerumus kepada keyakinan sesat yang tengah menjamur saat ini. Dan
terakhir, karena semua ini berawal dari rasa tidak puas, sudah
sepatutnya kita untuk dapat turut serta membantu meningkatkan
kesejahteraan kepada sesama bangsa Indonesia dengan menyisihkan
sedikit dari rejeki yang kita peroleh kepada mereka yang memang
membutuhkan.

Semoga bermanfaat, terimakasih.